Selasa, 13 September 2011

Rejeki Rumah Miring

Seorang ibu yang mengaku bernama Dessy datang menghampiri saya usai sebuah pertemuan. “Boleh berbicara sebentar, Pak?!” tanyanya. “Silakan bu…!” jawab saya. Saat itu saya baru saja berbicara di hadapan sekelompok kaum ibu mengenai kebesaran Allah Swt dan bagaimana Dia Swt menjawab setiap doa hambaNya. Acara sudah usai dan saya tengah istirahat sejenak sambil menikmati hidangan yang disajikan tuan rumah.

Bu Dessy menyampaikan pengalamannya saat saya masih terus mengunyah. Begitu antusias ia menuturkan hingga saya pun mulai pasang telinga. Ia mengabarkan bahwa ia bersyukur memiliki seorang suami yang amat shalih. Keshalihan suami itulah yang membuat Dessy mengambil keputusan menikah dengannya, meskipun awalnya Dessy adalah seorang non-muslimah. Setelah beberapa tahun menikah dan dikaruniai dua orang anak, Dessy mendapati bahwa ia merasa tidak cocok dengan agama Islam, bahkan belakangan ia kembali kepada agama semula.

“Saya terus mencoba untuk membuat anak-anak ikut ke agama saya namun rupanya mereka lebih sayang kepada ayah mereka…” tutur Dessy. Ia melanjutkan bahkan saking kuatnya pengaruh ketaatan beragama suaminya, anak-anak tumbuh menjadi keturunan yang shalih dan kuat berakidah. Hingga Dessy menuturkan pengalaman dialognya dengan seorang anaknya yang berumur 4 tahun saat itu dan membuat jalan hidup Dessy kembali berubah.

“Kami saat itu sedang asyik bermain ayunan di taman…. Kami tertawa riang dan bercanda….. Saat kami kelelahan bermain dan beristirahat sambil duduk di taman aku berkata kepada anakku,

‘Nak…, enak sekali ya bermain di taman seperti ini!’ Sang anak pun menjawab,

‘Ya Ma, asyik sekali… Tapi sayang ya kita cuma bisa bermain bersama di sini, tidak di surga.’jawab sang anak.”

“Memangnya mengapa kita tidak bisa main seperti ini di surga nanti?!” tanya Dessy keheranan. Anaknya yang tersayang itu menjawab, “Kita kan semua muslim, sementara mama bukan hamba Allah yang muslimah. Sedang surga hanya Allah berikan kepada hamba yang taat kepadaNya….”

DEGGG….! Hati Dessy tersentak. Ia tidak menyangka bahwa anaknya mampu berpikir sedemikian jauh. Hati Dessy menjadi galau. Matanya kini berkaca-kaca membayangkan bahwa ia tidak bisa berjumpa lagi dengan anaknya di surga nanti. Namun sejurus kemudian ia malah berpikiran buruk terhadap suaminya.

“Ini pasti ulah suamiku!” batin Dessy. Ia menyangka bahwa suaminya pasti telah mendoktrin anaknya sedemikian rupa.

Sore itu sepulang suaminya dari tempat bekerja Dessy menyerangnya habis-habisan. Anehnya meski Dessy berteriak-teriak dengan suara melengking, sang suami malah terlihat begitu tenang dan selalu tersenyum. Begitu Dessy mereda sang suami memberinya penjelasan dan menyadarkan Dessy untuk kembali ke jalan Allah Swt. Alhamdulillah hati Dessy meluluh. Hidayah Allah Swt kembali lagi menyapanya. Dessy berniat untuk kembali menjadi muslimah dengan satu syarat bahwa sang suami harus mencarikan seorang guru yang tepat untuk Dessy agar ia yakin dan mantap memeluk agama Islam.

Suami Dessy menerima syarat itu lalu ia mengajak Dessy untuk melakukan shalat Isya berjamaah. Maka Dessy kembali menyembah Allah Swt setelah sekian lama ia meninggalkanNya. Shalat Isya di malam itu begitu sejuk terasa dalam batin Dessy dan suaminya. Sang suami bersyukur kepada Allah Swt sambil menitikkan air mata bahagia, sedang Dessy menengadahkan wajah dan kedua tangannya sambil memanjatkan doa dengan suara yang terpendam dalam dada. Dessy sampaikan kepada Allah, Tuhannya :

“Ya Allah…., hingga kini aku belum merasakan keagungan dan kehebatanMu…

Andai betul Engkau adalah Tuhanku Yang Maha Kuasa…, mohon kiranya Engkau membuat rumah ini laku terjual!”

Demikianlah doa yang dipanjatkan Dessy malam itu kepada Tuhannya. Sebuah doa dari hamba yang lemah yang ingin menguji kekuasaan dan keperkasaan Allah Swt.

Saya terperanjat mendengar tutur doa yang pernah Dessy panjatkan. Saya bertanya kepada Dessy apakah rumah itu kemudian laku terjual? Maka Dessy pun melanjutkan kisahnya………

Sudah 7 bulan yang lalu rumah yang ia diami saat itu pernah diiklankan untuk dijual. Berhari-hari, berminggu-minggu bahkan lebih dari itu Dessy dan suaminya memasarkan rumah mereka di berbagai media. Namun sayang tidak ada satu pun respon positif dari iklan yang dipasang. “Jangankan melihat lokasi, telefon masuk pun yang menanyakan rumah tidak ada” jelas Dessy singkat.

“Kami pun menyadari bahwa memang rumah kami sulit untuk dijual. Sebab lokasi rumah itu di lingkungan warga keturunan yang masih begitu percaya hoki dan feng shui. Ditambah lagi bentuk tanah rumah kami miring. Apalagi nomor rumah kami adalah 4 (empat) yang berarti mati dan membawa sial. Kami sudah putus asa menjual rumah itu, hingga kami berhenti beriklan” jelas Dessy.

Saat suami Dessy meyakinkannya untuk kembali memeluk Islam dan bercerita akan keagungan Allah. Maka Dessy pun ingin menguji kebenaran dari kuasa Allah Swt itu. Sebab itu Dessy berdoa dengan redaksi di atas. Sebuah doa yang menantang kekuasaan Allah Ta’ala.

“Terus bagaimana kelanjutan kisahnya, bu….?” tanya saya tak sabar. Maka Dessy pun melanjutkan kisahnya:

Seperti rutinitas harian yang Dessy kerjakan maka pagi itu ia berangkat ke toko miliknya. Sepanjang hari Dessy menanti ijabah dari Allah Swt atas doa yang ia panjatkan. Namun hingga sore hari masih belum ada pertanda akan datangnya ijabah doa itu.

Ba’da Ashar suami Dessy datang menjemput. Saat baru saja tiba Dessy langsung bertanya penuh harap kepadanya, “Apakah ada orang yang datang menanyakan rumah, Pa?!” Sang suami malah balik bertanya, “Memangnya apakah kamu pasang iklan kemarin?!” Dessy menjawab, “Tidak!” “Ngawur kamu, Ma…. Masak tidak pasang iklan terus berharap ada orang yang datang menanyakan rumah!!!” Dessy tidak membalas kalimat terakhir dari mulut suaminya, namun ia membatin, “Ya Allah, rupanya Engkau tidak berkuasa seperti yang aku harapkan!”

Tak lama setelah itu Dessy dan suaminya kembali pulang ke rumah. Saat itu kira-kira pukul setengah lima sore. Dessy dan suaminya baru tiba di rumah. Mereka tengah berada di kamar dan baru saja berganti pakaian. Mereka saling bertukar cerita dan pengalaman yang mereka lalui hari itu. Dalam perbincangan mereka di kamar saat itu, tiba-tiba mereka berdua mendengar ada suara seorang perempuan asing mengucapkan salam di luar rumah. Dessy mengintip lewat jendela. Di sana ada seorang wanita berjilbab panjang dengan warna muram. Sekilas Dessy menyangka bahwa perempuan itu pasti datang untuk meminta sumbangan. Dessy keluar dari kamar dan ia berpesan kepada pembantunya untuk memberi infak bila perempuan di luar sana meminta sumbangan. Usai berpesan Dessy pun kembali ke dalam kamar.

Pintu kamar kemudian diketuk oleh sang pembantu dan Dessy pun keluar.

“Bu…, perempuan di luar tadi katanya datang mau melihat rumah” jelas sang pembantu.

Deggg….! sontak Dessy terperanjat. Tak percaya akan berita yang didengarnya, maka Dessy bergegas untuk membukakan pintu bagi tamunya.

“Wajah tamu itu begitu sumringah….” papar Dessy. “Setiap kali ditunjukkan sebuah bagian ruang dari rumah kami, ia selalu bertasbih menyebut nama Allah dan kegirangan” imbuhnya lagi. Ia menyatakan tertarik dengan rumah Dessy dan menanyakan berapa harga yang diminta. Di luar dugaan Dessy sang tamu tidak hanya setuju dengan harga yang disebutkan, bahkan wanita itu mengajaknya untuk pergi ke notaris keesokan paginya untuk transaksi jual-beli rumah. SUBHANALLAH….!

Dessy kegirangan sore itu dan malam harinya ia bermunajat kepada Allah untuk menyampaikan rasa syukurnya atas ijabah doa yang Allah Swt berikan. Esok paginya ia datang ke notaris bersama suami dan ibu calon pembeli rumah. Akte jual-beli rumah sudah diselesaikan dan proses akad tersebut begitu mudah dan cepat. Wajah Dessy begitu sumringah, dan dalam obrolan di kantor notaris itu Dessy sempat bertanya kepada ibu yang membeli rumahnya, “Bu…, apa yang membuat ibu tertarik dengan rumah kami dan darimana ibu mencari infonya?”

Sang ibu pembeli rumah menjawab, “Saya memang sudah lama mencari rumah di daerah Kelapa Gading, Jakarta. Namun belum ketemu jodohnya barangkali. 2 malam yang lalu sehabis shalat Isya saya merasa kegerahan di dalam rumah. Sambil ngobrol dengan suami di teras rumah, maka saya ambil setumpuk koran lama di meja yang ada di teras untuk kipasan. Lagi asyik ngobrol eh… tiba-tiba saya melihat ada sebuah iklan baris yang menjual rumah di daerah Kelapa Gading. Melihat ukuran rumah dan harganya kok sepertinya cocok betul dengan rumah yang saya cari. Maka keesokan harinya saya baru datang ke rumah bapak-ibu.”

Mendapati penjelasan sang ibu pembeli, Dessy menjadi terkesima dan melongo. Ia seolah tak percaya akan apa yang didengarnya. Sekali lagi Dessy menegaskan, “Dua malam yang lalu ibu membaca iklan baris itu?! Koran itu terbitan tanggal berapa dan pukul berapa ibu berada di teras rumah sambil kipas-kipasan?!”

“Gak tahu ya bu tanggal berapa koran tersebut tapi rasanya mungkin 7 bulan lalu itu koran. Sementara kalau waktu saya ngobrol dengan suami di beranda rumah saat itu mungkin kira-kira pukul 7 malam mungkin ya…” jawab sang ibu pembeli ringan.

“ALLAHU AKBAR….!” Dessy memekik. Ia terdiam sejenak dan tak sanggup berkata apa-apa. Beberapa bulir air mata kini menitik di pipinya. Sang suami dan ibu pembeli rumah bertanya apa gerangan yang terjadi. Lama Dessy terdiam. Tak sanggup ia mengangkat wajah. Setelah agak tenang Dessy menjelaskan bahwa 2 malam yang lalu ia shalat Isya bersama suami setelah sekian lama ia murtaddah. Ia ceritakan kepada semua yang hadir di ruangan notaris itu bahwa malam itu ia berdoa dengan redaksi menantang kekuasaan Allah Swt. Sungguh diluar jangkauan pikiran Dessy bahwa kalimat-kalimat doa itu rupanya naik menghadap Allah Swt, dan pada saat yang sama Allah Swt menjawab doanya dengan memberikan pantulan sinar pada tumpukan koran lama yang ada di beranda rumah ibu pembeli. Ibu pembeli rumah lalu merasa kegerahan dan Allah Swt menggerakkan tangannya untuk mengambil koran lama untuk dibuat kipas. Maka iklan rumah yang berbulan-bulan itu akhirnya menemui calon pembelinya. SUBHANALLAH!

Dalam ruangan notaris itu Dessy berikrar bahwa kini ia tidak ragu lagi terhadap Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa. Sungguh, keagungan Allah Swt amat menakjubkan. Apakah Anda merasakannya?!

Cahaya Langit,

By.Ust.Bobby Herwibowo
www.al-kauny.com

Jumat, 09 September 2011

Pak dan Bu Kasur

Dua Nama Satu Cinta

Kawan, sosok seperti apa yang kan sanggup menyentuh hatimu..?? Apakah figur raja, dengan banyak kekuasaannya..?? Atau artis, yang gemilang dengan ke-glamour-annya..?? Mungkin satu nama yang kau kenal karena kesuksesannya yang mendunia..?? Setiap nama yang bergema di udara dunia, adalah nama-nama penuh dedikasi. Di mana setiap gerak dan nafas, adalah usaha patriotisme. Patriotisme terhadap diri, keluarga, bangsa, agama, dan dunia. Banyak nama tercantum dalam sejarah, izinkan.. kusebut dua nama.. Pak Kasur dan Bu Kasur.
Gabungan kesederhanaan, kelembutan dan kebijaksanaan, yang hadir di lantai persada. Biar kuceritakan, sejauh mana sanggup kulukiskan.. entahlah.. nilailah.. semoga kau suka kawan.. Selamat memasuki, dua hidup manusia-manusia penuh cinta.. yang bersatu dalam cinta..

Pertemuan Cinta
Mereka lahir dengan nama Sandiah dan Soeryono. Sandiah lahir di Jakarta, 16 Januari 1926. Sedangkan Soeryono di Purbalingga, Jawa Tengah, 26 Juli 1912. Dari keluarga yang berbeda, daerah yang berbeda pula.
Sandiah menamatkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijsi (MULO), di akhir tahun 1930-an. Ia bergabung dalam Kepandoean Indonesia. Awalnya, Sandiah bekerja, dan bertemu dengan pemuda Soerjono ketika sama-sama menjadi pegawai di Kantor Karesidenan Priangan, Bandung. Pertemuan cinta yang menyatukan keduanya. Dan menikahlah mereka di Jogjakarta, pada 29 Juli 1946.
Saat dikaruniai anak, Sandiah meminta izin untuk bekerja kembali. Kalimat inilah yang diucapkan oleh sang suaminya yang bijak kawan, ”Boleh, bagus itu. Cuma kalau kamu kerja, aku yang di rumah. Itu kan anak kamu dan anakku, masa jadi anak simbok.” Hebat tidak kawan..?? Kalimatnya positif dengan tujuan yang positif. Lewat cara itu, tidak membuat Sandiah marah karena dilarang. Dia tetap mengasuh anak-anaknya di rumah sambil menyempatkan menulis di majalah anak-anak. Hmm.. itulah Sandiah, kawan.

Kebijaksanaan, itulah yang menarik pada kepribadian Pak Kasur, pada satu waktu, beliau berkata kepada Bu Kasur, ”Kalau manis jangan langsung ditelan.. Kalau pahit jangan serta merta dimuntahkan.” Artinya, kata Bu Kasur, ”Bahwa sebelum menentukan sikap.. Ada tiga hal lain yang perlu kita lalui.. Melihat proses.. Melakukan analisa.. Dan Membuat kesimpulan.”

Di Kepanduan, Soeryono, dipanggil dengan sebutan Kak Soer, oleh sahabat-sahabatnya yang akhirnya menjadi Kasur dan panggilan yang terus lekat kepadanya, adalah Pak Kasur. Sandiah pun akhirnya di panggil dengan panggilan yang sama dengannya, Bu Kasur.

*Bila saja kawan, setiap ayah dan ibu berpikiran sama seperti yang diungkapkan Pak Kasur. Maka, banyak anak akan merasakan lebih banyak waktu bersama orang tuanya. Terutama sang ibunda. Mungkin hal ini tak sepenuhnya bisa berlaku. Namun, mengusahakan kebahagiaan bagi seorang anak, adalah bentuk kebahagiaan bagi orang tuanya pula.

Membangun Dunia Cinta
Pak Kasur dan Bu Kasur sangat mencintai anak-anak kawan. Hingga, di tahun 1965, ketika keluarga mereka pindah dari Bandung ke Jakarta. Mereka mendirikan TK Mini Pada 1968. Pak Kasur mencapai usia pensiun dari Depdikbud dalam kapasitasnya sebagai anggota Badan Sensor Film (BSF). Awalnya, TK itu berada di rumahnya di Jln. H. Agus Salim dengan Taman Kanak-kanak, Taman Putera, dan Taman Pemuda. Sayang sungguh sayang, Taman Putera dan Taman Pemuda malah ditutup.

Itulah dunia cinta yang dibangun oleh dua nama istimewa itu kawan. Dunia yang dibangun atas nama cinta, kepada anak-anak dan pendidikan di Indonesia.
Ketika keduanya meninggal, Yayasan Setia Balita kemudian dilanjutkan oleh putra-putri Almarhum, yakni, Sursantio (lahir 1948), Suryaningdiah (1950), Suryo Prabowo (1951), Suryo Prasojo (1958), dan Suryo Pranoto (1962).

Saat ini bangunan dunia cinta itu kian berkembang kawan, dan terus membagi cinta untuk anak-anak Indonesia. Kini, Yayasan Setia Balita mengelola 5 cabang TK Mini Pak Kasur dan mengasuh 1 Taman Kanak-kanak (TK. Ceria Bangsa) yang tersebar di wilayah Jakarta, Bekasi, Tangerang, Cibubur & Surabaya.

Alumni dari TK ini, di antaranya adalah Presiden Megawati, Guruh dan Hayono Isman (mantan Menpora) serta Ateng (pelawak). Juga hampir seluruh cucu bahkan cicit H.M. Soeharto, almarhum, mantan presiden, sekolah di TK Mini Pak Kasur. Terlepas dari apapun kawan. Mereka adalah orang-orang besar dan sukses dalam bidangnya masing-masing, yang pernah dididik oleh tangan-tangan kasih dan pelukan sayang Pak Kasur dan Bu Kasur.

*Inilah yang sedang kusiapkan kawan. Pelan-pelan, kubangun dunia cintaku sendiri. Dari membeli mainan, buku-buku. Begitulah kawan, betapa ingin kubagi cinta ini pada pemilik kaki-kaki mungil yang setiap hari selalu menemaniku bermain. Tak berharap sesukses Pak Kasur dan Bu Kasur. Setidaknya, aku berharap bisa mencontoh kecintaan mereka pada dunia anak dan pendidikan. Sehingga anak-anak asuhanku, adalah murid-murid paling bahagia.

Acara-acara Cinta
Pada tahun 1950-an, bersama Pak Kasur, Bu Kasur mengasuh siaran anak-anak di RRI Jakarta. Ketika TVRI berdiri pada tahun 1962, Ibu Kasur mengasuh acara serupa, yaitu Arena Anak-anak dan Mengenal Tanah Airku. Pada awal tahun 1970-an, Ibu Kasur dikenal sebagai pengasuh acara Taman Indria di TVRI. Taman Indria adalah sebuah acara yang menampilkan anak-anak berbakat. Mereka datang ke studio untuk bernyanyi dan lain-lain. Serta diselingi dengan pesan-pesan pendidikan. Ketika televisi swasta muncul, Bu Kasur juga hadir di acara Hip Hip Ceria di RCTI.
Semua aktivitas keduanya, tak lepas dari dunia anak dan pendidikan. Pak Kasur, mengajak Bu Kasur untuk terlibat dalam setiap apa yang dikerjakannya. Waktu zaman Belanda, Pak Kasur adalah seorang guru HIS. Begitu pula saat menjadi pegawai Departemen Penerangan dan Pak Kasur sering mengumpulkan anak-anak di halaman rumah untuk siaran RRI.

Bu Kasur, yang belum terbiasa untuk siaran, mulanya merasa berat saat dipaksa oleh Pak Kasur untuk sesekali menggantikannya, setiap kali Pak Kasur berhalangan atau sedang berada di luar kota. Apa kata Pak Kasur kawan, ”Kamu bisa. Kamu harus bisa, sebab kamu mesti bantu saya.” Bukankah memang begitu seharusnya kawan. Suami dan istri akan saling mendukung dalam setiap aktivitas mereka. Bu Kasur sempat gemetaran dan tersendat ketika siaran. Namun, lama kelamaan, Bu Kasur pun menjadi bisa.

*Kebahagiaan adalah ketika kita merasa beruntung berada di satu tempat kawan. Dan ketidakberuntungan adalah, ketika kita merasa beruntung, jika berada di tempat lain. Menikmati kehidupan kita, di tempat yang kita sukai adalah penting. Melaluinya dengan rela dan penuh suka cita, adalah karunia terbesar dalam hidup ini kawan. Tiada hal akan berjalan baik, jika bersembunyi pamrih, di balik setiap gerak kita.

Karya-karya Cinta
Tahukah kalian kawan..?? Banyak hal di taman kanak-kanak diajarkan lewat lagu. Lewat lagulah mereka belajar tanpa merasakan bahwa mereka sedang diajari. Anak-anak sangat suka menyanyi. Itulah mengapa, Pak Kasur dan Bu Kasur membuat lagu untuk anak-anak Indonesia. Lagu-lagu yang sarat ilmu dan pesan.

Inilah beberapa karya itu:
Selamat Pagi Pak, Potong Bebek Angsa, Bangun Tidur, Naik Delman, Di Sini Kita
Bertemu Lagi, Satu-Satu, Kebunku, Sepedaku Roda Tiga, Pelangi, Siapa Dapat Berbaris, Keranjang Sampah, Lihat Kebunku, dan lain-lain.
Karya Pak Kasur sendiri ada sekitar 140 lagu kawan. Sedangkan buatan Bu Kasur ada 20 lagu.

Jika melihat judul-judul di atas, bisa jadi banyak di antara kita yang akan menyenandungkannya. Masih ingat yang satu ini..??
Satu satu aku sayang ibu
Dua dua aku sayang ayah
Tiga tiga sayang adik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya

Yakin deh, kalian tahu lagu ini. Sederhana, tapi sarat makna. Pesan untuk menyayangi setiap anggota keluarga sekaligur belajar berhitung.
Begitu cintanya Pak Kasur dan Bu Kasur pada anak-anak. Sehingga, saat membuat lagu-lagu itu, mereka memikirkannya dengan sangat hati-hati. Mudahkah lagu itu dinyanyikan nantinya oleh anak-anak. Dan salah satu hal yang sangat diperhatikan adalah untuk tidak menggunakan huruf ’r’ pada lagu-lagunya. Atau setidaknya, tidak terlalu banyak huruf ’r’ di dalam lagu buatan mereka. Kawan, kalian tau sebabnya kan..?? Ya.. karena huruf ’r’ adalah huruf yang sulit untuk dikuasai oleh anak-anak usia dini. Betapa kawan, hal itu tidak pernah terpikirkan olehku. Meskipun, hal itu memang akan sulit dalam pembuatan lagu-lagu mereka. Mungkin tampak sepele.. tapi tidak sesederhana yang kalian baca.

*Sungguh kawan, setiap kita, mungkin akan sanggup memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Namun, tak banyak di antara kita yang memberikan kebahagiaan itu, dengan menambahkan sisi-sisinya dengan kebahagiaan yang lain. Seperti hal-nya persoalan huruf ’r’ di lagu manusia-manusia penuh cinta ini. Memberikan bahagia yang berbunga bahagia. Hmm… demikianlah cinta yang seharusnya.

Hidup dan Bekerja dengan Cinta
Mereka berbuat dengan semangat hingga usia senja. Terus mengusahakan senang bagi anak-anak asuhannya. Hingga Tuhan menjemput mereka kembali. Pak Kasur meninggal pada tahun 1992 dan Bu Kasur di Jakarta, 22 Oktober 2002. Tak perlu menjadi sedih atas kepergian mereka. Namun, ambillah pelajaran dari, bagaimana mereka hidup.
Seperti sebuah kalimat pada sebuah blog. Pak Kasur dan Bu Kasur, adalah manusia-manusia yang ”Mengecil di antara yang membesar.” Di kala setiap tokoh gemilang dengan nama-nama mereka. Keduanya tetap hidup dengan sederhana.

Dari sosok-sosok inilah, aku makin mengenal keikhlasan, kecintaan dan keindahan berbuat sesuatu. Tanpa ragu terus berkarya, meskipun tiada jaminan, akan ada yang membayar segala hal yang telah diperbuat di dunia ini. Melalui figur-figur mereka, aku belajar tentang arti bangga akan profesi ini. Di kala yang lain harus malu-malu menyebut dirinya sebagai guru. Di saat beberapa orang mengucapkan dengan pelan tentang pekerjaannya. Maka mereka lantang dalam diamnya. Dengan setiap kerja mereka, mereka berkata, ”Kami adalah guru.”

Tak perlu disebutkan pun jasa mereka, mereka tetap berjasa. Senyum-senyum yang mengembang di wajah-wajah anak asuhan mereka. Adalah jasa tiada tara. Ketika mulai banyak anak yang tak mendapatkan lebih banyak perhatian dari orang tua mereka, perhatian mereka itulah jasa. Pelukan sayang mereka adalah jasa. Pujian dan tepuk motivasi mereka adalah jasa. Perubahan-perubahan kecil pada anak-anak asuhan mereka, dari salah menjadi benar, buruk menjadi baik, malas menjadi rajin. Itulah jasa kawan. Tak kasat mata, namun bermakna. Makna besar bagi masa depan anak-anak bangsa.

Lewat tulisan inilah, aku persembahkan cinta mereka pada pendidikan Indonesia.
Setidaknya.. cintailah anak-anak di sekitar kita. Anggaplah mereka ada, hargai mereka, dan jadilah sahabat bagi mereka. Semoga bermanfaat..
Kawan.. Menginspirasilah atau Terinspirasilah..
Karena.. KITA BISA !

Literatur:
http://www.seruu.com/biography-seruu

Kamis, 08 September 2011

Fathimah Az Zahra

Dia besar dalam suasana kesusahan. Ibundanya pergi ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas mengurus rumahtangga seperti memasak, mencuci dan menguruskan keperluan ayahandanya.

Di balik kesibukan itu, dia juga adalah seorang yang paling kuat beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah pergi itu, tidak pula menghalang Sayidatina Fatimah daripada bermunajah dan beribadah kepada Allah S.W.T. Malam- malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir dan siangnya pula dengan sholat, puasa, membaca Al Quran dan lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Al Quran.



Di waktu umurnya mencapai 18 tahun, dia dikawinkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karena kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun suaminya tidak mampu lalu dibantu oleh Rasulullah S.A.W.

Setelah berkawin kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Digelari Singa Allah, suaminya Sayidina Ali merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam tentera Islam. Maka dari itu, seringlah Sayidatina Fatimah ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang untuk berbulan-bulan lamanya. Namun dia tetap ridho dengan suaminya. Isteri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra daripada seorang suami. Namun bagi Sayidatina Fatimah r.ha, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah S.W.T untuk mencari kasih-Nya, melalui ibadah-ibadah yang dibangunkan.

Sepanjang pemergian Sayidina Ali itu, hanya anak-anak yang masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya Hassan, Hussin, Muhsin, Zainab dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk mendapatkan air, berjalanlah dia sejauh hampir dua batu dan mengambilnya dari sumur yang 40 hasta dalamnya, di tengah teriknya matahari padang pasir.

Kadangkala dia lapar sepanjang hari. Sering dia berpuasa dan tubuhnya sangat kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika dia sedang tekun bekerja di sisi batu pengisar gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Sayidatina Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu meceritakan kesusahan hidupnya itu kepada Rasulullah S.A.W. Betapa dirinya sangat letih bekerja, mengangkat air, memasak serta merawat anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Sayidina Ali,kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu rumah. Rasulullah saw merasa terharu terhadap penanggungan anaknya itu.

Namun baginda amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhoan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat di sisi-Nya. Lalu dibujuknya Fatimah r.ha sambil memberikan harapan dengan janji-janji Allah. Baginda mengajarkan zikir, tahmid dan takbir yang apabila diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.
Ketaatannya kepada Sayidina Ali menyebabkan Allah S.W.T mengangkat darjatnya.

Sayidatina Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Tidak juga dia meminta-minta hingga menyusah-nyusahkan suaminya.
Dalam pada itu, kemiskinan tidak menghilang Sayidatina Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan sesuatu meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali pasangan Sayidina Ali ini karena Sayidina Ali sendiri lantaran kemurahan hatinya sehingga digelar sebagai ‘Bapa bagi janda dan anak yatim di Madinah.

Namun, pernah suatu hari, Sayidatina Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersentuh hati dengan kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Sayidatina Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali.
Ketika dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu dengan berlari-lari bersama anaknya mengelilingi Sayidina Ali. Tujuh puluh kali dia ‘tawaf’ sambil merayu-rayu memohon dimaafkan. Melihatkan aksi Sayidatina Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali lantas memaafkan isterinya itu.

“Wahai Fatimah, kalaulah dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menyembahyangkan jenazahmu,” Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga baginda.
Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah S.W.T sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suami. Apa yang dilakukan Sayidatina Fatimah itu bukanlah disengaja. bukan juga dia membentak – bentak, marah-marah, meninggikan suara, bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali k.w. meskipun demikian Rasulullah SAW berkata begitu terhadap Fatimah.

Ketika perang Uhud, Sayidatina Fatimah ikut merawat luka Rasulullah. Dia juga turut bersama Rasulullah semasa peristiwa penawanan Kota Makkah dan ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Sayidatina Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah r.ha membuatnya menangis, kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu lagi yang membuatnya tersenyum.

Dia menangis karena ayahandanya telah membisikkan kepadanya berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahandanya menyatakan bahwa dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan baginda di alam baqa’, gembiralah hatinya. Sayidatina Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah kewafatan Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di Perkuburan Baqi’, Madinah.

Demikianlah wanita utama, agung dan namanya harum tercatat dalam al-Quran, disusahkan hidupnya oleh Allah S.W.T. Sengaja dibuat begitu oleh Allah kerana Dia tahu bahawa dengan kesusahan itu, hamba-Nya akan lebih hampir kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat berlaku sombong serta membangga diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan kesusahan-kesusahan itulah mereka dididik oleh Allah untuk senantiasa merasa sabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain.

Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka agar bertaqwa kepada Allah S.W.T. Justru, wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya, biarpun diri mereka menderita.
***

Gambaran Moral Anak SD di Jepang

Semoga cerita ini bisa sedikit merubah cara didik kita terhadap anak2 sebagai penerus bangsa..:D
Bagus untuk dijadikan Refrensi bagi kemajuan SD di negeri kita...,
From : Blog Tetangga

Anak saya bersekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) kota Tokyo, Jepang. Pekan lalu, saya diundang untuk menghadiri acara “open school” di sekolah tersebut. Kalau di Indonesia, sekolah ini mungkin seperti SD Negeri yang banyak tersebar di pelosok nusantara. Biaya sekolahnya gratis dan lokasinya di sekitar perumahan.
Pada kesempatan itu, orang tua diajak melihat bagaimana anak-anak di Jepang belajar. Kami diperbolehkan masuk ke dalam kelas, dan melihat proses belajar mengajar mereka. Saya bersemangat untuk hadir, karena saya meyakini bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari bagaimana bangsa tersebut mendidik anak-anaknya.
.
Melihat bagaimana ketangguhan masyarakat Jepang saat gempa bumi lalu, bagaimana mereka tetap memerhatikan kepentingan orang lain di saat kritis, dan bagaimana mereka memelihara keteraturan dalam berbagai aspek kehidupan, tidaklah mungkin terjadi tanpa ada kesengajaan. Fenomena itu bukan sesuatu yang terjadi “by default”, namun pastilah “by design”. Ada satu proses pembelajaran dan pembentukan karakter yang dilakukan terus menerus di masyarakat.

Dan saat saya melihat bagaimana anak-anak SD di Jepang, proses pembelajaran itu terlihat nyata. Fokus pendidikan dasar di sekolah Jepang lebih menitikberatkan pada pentingnya “Moral”. Moral menjadi fondasi yang ditanamkan “secara sengaja” pada anak-anak di Jepang. Ada satu mata pelajaran khusus yang mengajarkan anak tentang moral. Namun nilai moral diserap pada seluruh mata pelajaran dan kehidupan.
Suasana Belajar di Kelas, foto :Junanto

Sejak masa lampau, tiga agama utama di Jepang, Shinto, Buddha, dan Confusianisme, serta spirit samurai dan bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi inti dari sistem nilai di Jepang. Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri, rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai sistem nilai, bukan materi atau harta.

Di sekolah dasar, anak-anak diajarkan sistem nilai moral melalui empat aspek, yaitu Menghargai Diri Sendiri (Regarding Self), Menghargai Orang Lain (Relation to Others), Menghargai Lingkungan dan Keindahan (Relation to Nature & the Sublime), serta menghargai kelompok dan komunitas (Relation to Group & Society). Keempatnya diajarkan dan ditanamkan pada setiap anak sehingga membentuk perilaku mereka
.
Pendidikan di SD Jepang selalu menanamkan pada anak-anak bahwa hidup tidak bisa semaunya sendiri, terutama dalam bermasyarakat. Mereka perlu memerhatikan orang lain, lingkungan, dan kelompok sosial. Tak heran kalau kita melihat dalam realitanya, masyarakat di Jepang saling menghargai. Di kendaraan umum, jalan raya, maupun bermasyarakat, mereka saling memperhatikan kepentingan orang lain. Rupanya hal ini telah ditanamkan sejak mereka berada di tingkat pendidikan dasar.

Empat kali dalam seminggu, anak saya kebagian melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ia harus membersihkan dan menyikat WC, menyapu dapur, dan mengepel lantai. Setiap anak di Jepang, tanpa kecuali, harus melakukan pekerjaan-pekerjaan itu. Akibatnya mereka bisa lebih mandiri dan menghormati orang lain.

Kebersahajaan juga diajarkan dan ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Nilai moral jauh lebih penting dari nilai materi. Mereka hampir tidak pernah menunjukkan atau bicara tentang materi. Anak-anak di SD Jepang tidak ada yang membawa handphone, ataupun barang berharga. Berbicara tentang materi adalah hal yang memalukan dan dianggap rendah di Jepang.

Keselarasan antara pendidikan di sekolah dengan nilai-nilai yang ditanamkan di rumah dan masyarakat juga penting. Apabila anak di sekolah membersihkan WC, maka otomatis itu juga dikerjakan di rumah. Apabila anak di sekolah bersahaja, maka orang tua di rumah juga mencontohkan kebersahajaan. Hal ini menjadikan moral lebih mudah tertanam dan terpateri di anak.Dengan kata lain, orang tua tidak “membongkar” apa yang diajarkan di sekolah oleh guru. Mereka justru mempertajam nilai-nilai itu dalam keseharian sang anak.


Saat makan siang tiba, anak-anak merapikan meja untuk digunakan makan siang bersama di kelas. Yang mengagetkan saya adalah, makan siang itu dilayani oleh mereka sendiri secara bergiliran. Beberapa anak pergi ke dapur umum sekolah untuk mengambil trolley makanan dan minuman. Kemudian mereka melayani teman-temannya dengan mengambilkan makanan dan menyajikan minuman.

Ket.gambar: Persiapan makan siang

.Hal seperti ini menanamkan nilai pada anak tentang pentingnya melayani orang lain. Saya yakin, apabila anak-anak terbiasa melayani, sekiranya nanti menjadi pejabat publik, pasti nalurinya melayani masyarakat, bukan malah minta dilayani.

Melayani teman saat makan siang bersama

Saya sendiri bukan seorang ahli pendidikan ataupun seorang pendidik. Namun sebagai orang tua yang kemarin kebetulan melihat sistem pendidikan dasar di SD Negeri Jepang, saya tercenung. Mata pelajaran yang menurut saya “berat” dan kerap di-“paksa” harus hafal di SD kita, tidak terlihat di sini. Satu-satunya hafalan yang saya pikir cukup berat hanyalah huruf Kanji. Sementara, selebihnya adalah penanaman nilai.

Besarnya kekuatan industri Jepang, majunya perekonomian, teknologi canggih, hanyalah ujung yang terlihat dari negeri Jepang. Di balik itu semua ada sebuah perjuangan panjang dalam membentuk budaya dan karakter. Ibarat pohon besar yang dahan dan rantingnya banyak, asalnya tetap dari satu petak akar. Dan akar itu, saya pikir adalah pendidikan dasar.

Sistem pendidikan Jepang seperti di atas tadi, berlaku seragam di seluruh sekolah. Apa yang ditanamkan, apa yang diajarkan, merata di semua sekolah hingga pelosok negeri. Mungkin di negeri kita banyak juga sekolah yang mengajarkan pembentukan karakter. Ada sekolah mahal yang bagus. Namun selama dilakukan terpisah-terpisah, bukan sebagai sistem nasional, anak akan mengalami kebingungan dalam kehidupan nyata. Apalagi kalau sekolah mahal sudah menjadi bagian dari mencari gengsi, maka satu nilai moral sudah berkurang di sana.

Di Jepang, masalah pendidikan ditangani oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olah Raga, dan Ilmu Pengetahuan Jepang (MEXT) atau disebut dengan Monkasho. Pemerintah Jepang mensentralisir pendidikan dan mengatur proses didik anak-anak di Jepang. MEXT menyadari bahwa pendidikan tak dapat dipisahkan dari kebudayaan, karena dalam proses pendidikan, anak diajarkan budaya dan nilai-nilai moral.
Mudah-mudahan dikeluarkannya kata “Budaya” dari Departemen “Pendidikan dan Kebudayaan” sehingga “hanya” menjadi Departemen “Pendidikan Nasional” di negeri kita, bukan berarti bahwa pendidikan kita mulai melupakan “Budaya”, yang di dalamnya mencakup moral dan budi pekerti.

Hakikat pendidikan dasar adalah juga membentuk budaya, moral, dan budi pekerti, bukan sekedar menjadikan anak-anak kita pintar dan otaknya menguasai ilmu teknologi. Apabila halnya demikian, kita tak perlu heran kalau masih melihat banyak orang pintar dan otaknya cerdas, namun miskin moral dan budi pekerti. Mungkin kita terlewat untuk menginternalisasi nilai-nilai moral saat SD dulu. Mungkin waktu kita saat itu tersita untuk menghafal ilmu-ilmu “penting” lainnya.
Demikian sekedar catatan saya dari menghadiri pertemuan orang tua di SD Jepang.

Salam.

Amalan Penduduk Syurga Firdaus

Beberapa amalan penduduk surga di dunia secara terperinci :

1. Bertobat dan memohon ampunan kepada Allah kdari seluruh dosa dan kesalahan. ”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah – Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS. 3:133-136).

2. Berhijrah dari keburukan (jahiliyah) kepada kebaikan (islam), serta berjihad dengan harta dan jiwa demi meninggikan kalimatullah.”Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan. Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. 9:20-22)


3. Istiqomah dalam keta`atan dan bersungguh-sungguh dalam menjalankannya. ”Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan : ”Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. 46:13-14)

4. Khusyu` dalam shalat, meninggalkan perbuatan yang tidak berguna dan membayar zakat, menjaga kemaluan serta memelihara amanah. ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (QS. (ya’ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. 23:1-11)

5. Menuntut ilmu syar`i yang sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah disertai implementasinya dalam kehidupan.”Barangsiapa meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalan baginya ke surga.” (H.R. Muslim)

6. Berwudhu` secara sempurna dan dilanjuti dengan membaca syahadatain setelah selesai berwudhu`.”Tidaklah salah satu diantara kalian yang berwudhu`, lalu disempurnakan wudhu`nya itu, sesudah itu dia berucap : ”Asyhadu an la ilaha illallah, wa anna Muhammadan `abdullah wa rasuluhu (Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq untuk disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan rasul-Nya) melainkan dibukakan baginya 8 pintu surga yang dapat dimasukinya dari mana saja menurut kehendaknya.” (H.R. Muslim)

7. Kontinue dalam melaksanakan shalat nafilah (sunnat) sebelum maupun sesudah shalat fardhu (sunnah rawatib ba`diyah dan qabliyah). ”Siapa yang mengerjakan shalat 12 raka`at sehari semalam, akan dibuatkan oleh Allah untuknya rumah di surga.” (H.R. Muslim)

8. Membangun masjid semata-mata karena Allah.”Barangsiapa membangun masjid dalam rangka mencari keridhaan Allah semata, maka Allah akan membuatkan pula baginya rumah di surga.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

9. Menyantuni dan memelihara anak yatim serta peduli terhadap kebutuhan-kebutuhan hidup mereka.”Pengasuh anak yatim, baik yatimnya sendiri atau anak yatin orang lain dengan saya di surga seperti ini, sambil menunjukkan (perawi hadits ini yaitu) Malik kedua jarinya, telunjuk dan jari tengah.” (HR. Muslim)

10. Beriman kepada Allah dan hari Akhir, berinteraksi sosial dengan sikap yang seperti kita inginkan bagaiman mereka harus bersikap kepada kita.”Siapa yang ingin bebas dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah dia berjasa kepada umat manusia sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat itu dan dia beriman kepada Allah dan hari Akhir.” (H.R. Muslim)

11. Menyebarkan salam, memberikan makan fakir miskin dan menjalin tali silaturahmi serta shalat malam (tahajjud).”Wahai umat manusia, sebarkan salam, berilah makan, jalinlah tali silaturahmi, shalat tahajudlah di saat manusia tertidur lelap, maka kalian akan masuk surga.” (H.R. At-Tirmidzi dan berkata hadits hasan shahih)

12. Berperangai baik, bersikap lembut dan tawadhu` (rendah hati) kepada Allah k maupun antar sesama hamba.Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai hal apa yang paling banyak memasukkan manusi ke dalam surga, beliau menjawab : ”Taqwa kepada Allah dan berakhlaq baik.” H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban dalam shahihnya.