Selasa, 26 April 2011

Duhai Hati...

Sebuah Muhasabah diri untuk kita..^_^

Seorang anak kecil datang menghampiri ibunya. Ia merengek minta dibelikan sepatu baru. Di sekolah ia diejek karena sepatunya sudah usang dan banyak tambalan. Dengan berbagai alasan ia utarakan agar ibunya mau membelikan sepatu baru.
Dengan mata berkaca-kaca, sederet kalimat ini keluar dari mulut ibunya, “Nak, kamu kan sudah besar. Kamu harus mengalah dengan adik-adikmu. Mereka butuh uang untuk sekolah mereka nanti. Uangnya ibu tabung untuk mereka. Kalau ibu pakai uang itu untuk membelikan kamu sepatu baru, lalu adik-adikmu sekolah pakai uang siapa? Apa kamu mau adik-adikmu tidak bersekolah?”
Anak kecil tadi tiba-tiba terdiam. Ia terlihat seperti anak remaja yang sudah bisa berpikir cukup berat dan bijak. Digoyang-goyangkan kepalanya sambil mengusap air mata yang tadi keluar deras dari kelopak matanya. Lalu ia berkata, “Bu, kalau nanti adik-adik sudah bisa sekolah. Terus kalau ada sisa uang, belikan sepatu ya..”Anak itu mengatakan kalimat itu dengan terbata-bata, seperti ia tidak rela dengan hal itu tapi ia dipaksa oleh kondisi untuk mengikhlaskan apa yang menjadi kehidupannya. Mendengar itu sang ibu memeluk anaknya dengan erat. Ia tidak menyangka anaknya dapat memahami apa yang terjadi hari ini dengan keluarga mereka. Ia heran anaknya sudah mampu berkata bijak seperti tadi ia dengar.
***

Duhai hati..
Letih yang engkau rasakan selama ini mungkin tak sebanding dengan letihnya hati mereka dalam menapaki kehidupan ini. Di dalam keletihan itu, mereka memahami bahwa letihnya mereka akan membuat mereka menjadi orang-orang seperti yang dicitakan. Lalu bagaimana denganmu wahai hatiku.. Baru sebentar saja engkau merasa letih tapi kau sudah merintih bagai seribu tahun kau mengalaminya.. Malulah pada mereka yang merasa letih tetapi mereka memaknai letihnya sebagai sesuatu yang dapat mengantarkannya pada sebuah kebahagiaan.. Bukankah orang yang berjuang dan berkorban itu letih? Bukankah akhir dari perjalanan orang yang berjuang dan berkorban itu sebuah kebahagiaan jika dijalani dengan ikhlas dan penuh kesungguhan??

Duhai hati..

Lelah memang terus menerus hal-hal kurang mengenakkan itu menerpa hidupmu. Tetapi jika kau renungi kembali kisah di atas, perjuangan mereka tidak mengenal lelah. Setiap lelah menghinggapi mereka, mereka beristirahat dan kemudian bangkit berjuang kembali. Mereka paham kalau diamnya mereka tak dapat membuahkan hasil apapun bagi kehidupannya. Mereka yakin perjuangan dan pengorbanannya selama ini, berlelah-lelahan, akan berbuah sebuah kebahagiaan yang tak dapat tergantikan nikmatnya. Lalu bagaimana denganmu wahai hatiku.. Baru sebentar saja kau diberi cobaan dan ujian tapi kau sudah merasa lelah dan menyerah.. Malulah kau pada mereka yang tak punya apa-apa tapi mereka tetap istiqamah berjuang dan berkorban hingga cita-cita mereka tercapai.. Bukankah orang yang berjuang dan berkorban itu lelah? Bukankah akhir dari kelelahan orang yang berjuang dan berkorban itu sebuah kebahagiaan jika dijalani dengan ikhlas dan penuh kesungguhan??

Duhai hati..
Sakit yang terus menyapamu selama ini adalah ujian dan cobaan dari Allah seberapa kokohnya engkau menjalani apa-apa yang engkau yakini atas-Nya. Dia ingin tahu seberapa seriuskah engkau dalam menapaki jalan kehidupan yang sudah Dia gariskan. Sakit yang Dia berikan adalah sebuah perhatian khusus-Nya kepadamu. Dia masih sayang kepadamu dengan memberikan ujian dan cobaan. Andai saja kau tak merasa diuji dan diberi cobaan, maka kau akan merasa aman-aman saja, padahal kau sedang berada di tepian jurang yang menganga lebar dan siap menerkammu kapan saja kau lengah..

Duhai hati..
Capeknya dirimu menghadapi segala permasalahan yang engkau temui di sekitarmu, itulah yang terus mengajarkanmu untuk dapat memahami sekelilingmu dengan lebih baik lagi. Di kananmu ada orang-orang yang engkau sayangi dan kasihi. Di depanmu ada orang-orang yang engkau hormati. Di kirimu ada orang-orang yang engkau senantiasa bercengkerama dengannya. Di belakangmu ada orang-orang yang selalu mendukungmu dalam tiap doanya meski kau tak pernah tahu.

Duhai hati..

Seorang ustadz pernah menyampaikan, jika tak senang dengan sepatumu yang lusuh, ingatlah mereka yang tak berkaki namun tak mengeluh. Semoga kita selalu dapat mengingatnya duhai hati.. Seberapa letih, lelah, dan sakitnya engkau.. Masih ada orang-orang yang merasakan itu lebih dari kita tetapi mereka tetap tak mengeluh.. Ada saja cara mereka untuk menyemangati diri.. Ada saja sugesti untuk membuat diri mereka semangat.. Ada saja pemikiran positif yang mereka punya hingga mereka tetap bersemangat.. Ada saja cita-cita yang ingin mereka gapai hingga semangat itu tetap terpatri di dada mereka..

Duhai hati..


Tetaplah istiqamah..
Walau itu berat bagimu..
Percayalah kau mampu menjalaninya..
Asalkan kau selalu menyertai Allah dalam segala hal..
Terpautnya kau duhai hatiku pada Sang Khalik..
Akan membuatmu semakin cantik dan tangguh..
Karena kau adalah mutiara di lautan..
Yang akan terus terjaga sampai masa memisahkan..
Duhai hati.. Tetaplah istiqamah..

From: Dakwatuna.Com

Kalah Lawan Al-Qur'an - Dr. Jeffrey Lang

Kisah menarik yang penuh liku dari seorang mualaf.. semoga Manfaat..^_^

REPUBLIKA.CO.ID-Sejak kecil Dr Jeffrey Lang dikenal ingin tahu. Ia kerap mempertanyakan logika sesuatu dan mengkaji apa pun berdasarkan perspektif rasional. “Ayah, surga itu ada?” tanya Jeffrey kecil suatu kali kepada ayahnya tentang keberadaan surga, saat keduanya berjalan bersama anjing peliharaan mereka di pantai. Bukan suatu kejutan jika kelak Jeffrey Lang menjadi profesor matematika, sebuah wilayah dimana tak ada tempat selain logika.

Saat menjadi siswa tahun terakhir di Notre Dam Boys High, sebuah SMA Katholik, Jeffrey Lang memiliki keberatan rasional terhadap keyakinan akan keberadaan Tuhan. Diskusi dengan pendeta sekolah, orangtuanya, dan rekan sekelasnya tak juga bisa memuaskannya tentang keberadaan Tuhan. “Tuhan akan membuatmu tertunduk, Jeffrey!” kata ayahnya ketika ia membantah keberadaan Tuhan di usia 18 tahun.
Ia akhirnya memutuskan menjadi atheis pada usia 18 tahun, yang berlangsung selama 10 tahun ke depan selama menjalani kuliah S1, S2, dan S3, hingga akhirnya memeluk Islam.


Adalah beberapa saat sebelum atau sesudah memutuskan menjadi atheis, Jeffrey Lang mengalami sebuah mimpi. Berikut penuturan Jeffrey Lang tentang mimpinya itu:
Kami berada dalam sebuah ruangan tanpa perabotan. Tak ada apa pun di tembok ruangan itu yang berwarna putih agak abu-abu.
Satu-satunya ‘hiasan’ adalah karpet berpola dominan merah-putih yang menutupi lantai. Ada sebuah jendela kecil, seperti jendela ruang bawah tanah, yang terletak di atas dan menghadap ke kami. Cahaya terang mengisi ruangan melalui jendela itu.
Kami membentuk deretan. Saya berada di deret ketiga. Semuanya pria, tak ada wanita, dan kami semua duduk di lantai di atas tumit kami, menghadap arah jendela.
Terasa asing. Saya tak mengenal seorang pun. Mungkin, saya berada di Negara lain. Kami menunduk serentak, muka kami menghadap lantai. Semuanya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Kami serentak kami kembali duduk di atas tumit kami. Saat saya melihat ke depan, saya sadar kami dipimpin oleh seseorang di depan yang berada di sisi kiri saya, di tengah kami, di bawah jendela. Ia berdiri sendiri. Saya hanya bisa melihat singkat punggungnya. Ia memakai jubah putih panjang. Ia mengenakan selendang putih di kepalanya, dengan desain merah. Saat itulah saya terbangun.

Sepanjang sepuluh tahun menjadi atheis, Jeffrey Lang beberapa kali mengalami mimpi yang sama. Bagaimanapun, ia tak terganggu dengan mimpi itu. Ia hanya merasa nyaman saat terbangun. Sebuah perasaan nyaman yang aneh. Ia tak tahu apa itu. Tak ada logika di balik itu, dan karenanya ia tak peduli kendati mimpi itu berulang.
Sepuluh tahun kemudian, saat pertama kali memberi kuliah di University of San Fransisco, dia bertemu murid Muslim yang mengikuti kelasnya. Tak hanya dengan sang murid, Jeffrey pun tak lama kemudian menjalin persahabatan dengan keluarga sang murid. Agama bukan menjadi topik bahasan saat Jeffrey menghabiskan waktu dengan keluarga sang murid. Hingga setelah beberapa waktu salah satu anggota keluarga sang murid memberikan Alquran kepada Jeffrey.

Kendati tak sedang berniat mengetahui Islam, Jeffrey mulai membuka-buka Alquran dan membacanya. Saat itu kepalanya dipenuhi berbagai prasangka.
“Anda tak bisa hanya membaca Alquran, tidak bisa jika Anda tidak menganggapnya serius. Anda harus, pertama, memang benar-benar telah menyerah kepada Alquran, atau kedua, ‘menantangnya’,” ungkap Jeffrey.
Ia kemudian mendapati dirinya berada di tengah-tengah pergulatan yang sangat menarik. “Ia (Alquran) ‘menyerang’ Anda, secara langsung, personal. Ia (Alquran) mendebat, mengkritik, membuat (Anda) malu, dan menantang. Sejak awal ia (Alquran) menorehkan garis perang, dan saya berada di wilayah yang berseberangan.”

“Saya menderita kekalahan parah (dalam pergulatan). Dari situ menjadi jelas bahwa Sang Penulis (Alquran) mengetahui saya lebih baik ketimbang diri saya sendiri,” kata Jeffrey. Ia mengatakan seakan Sang Penulis membaca pikirannya. Setiap malam ia menyiapkan sejumlah pertanyaan dan keberatan, namun selalu mendapati jawabannya pada bacaan berikutnya, seiring ia membaca halaman demi halaman Alquran secara berurutan.
“Alquran selalu jauh di depan pemikiran saya. Ia menghapus aral yang telah saya bangun bertahun-tahun lalu dan menjawab pertanyaan saya.” Jeffrey mencoba melawan dengan keras dengan keberatan dan pertanyaan, namun semakin jelas ia kalah dalam pergulatan. “Saya dituntun ke sudut di mana tak ada lain selain satu pilihan.”
Saat itu awal 1980-an dan tak banyak Muslim di kampusnya, University of San Fransisco. Jeffrey mendapati sebuah ruangan kecil di basement sebuah gereja di mana sejumlah mahasiswa Muslim melakukan sholat. Usai pergulatan panjang di benaknya, ia memberanikan diri untuk mengunjungi tempat itu.

Beberapa jam mengunjungi di tempat itu, ia mendapati dirinya mengucap syahadat. Usai syahadat, waktu shalat dzuhur tiba dan ia pun diundang untuk berpartisipasi. Ia berdiri dalam deretan dengan para mahasiswa lainnya, dipimpin imam yang bernama Ghassan. Jeffrey mulai mengikuti mereka shalat berjamaah.
Jeffrey ikut bersujud. Kepalanya menempel di karpet merah-putih. Suasananya tenang dan hening, bagaikan semua suara dimatikan. Ia lalu kembali duduk di antara dua sujud.

“Saat saya melihat ke depan, saya bisa melihat Ghassan, di sisi kiri saya, di tengah-tengah, di bawah jendela yang menerangi ruangan dengan cahaya. Dia sendirian, tanpa barisan. Dia mengenakan jubah putih panjang. Selendang (scarf) putih menutupi kepalanya, dengan desain merah.”
“Mimpi itu! Saya berteriak dalam hati. Mimpi itu, persis! Saya telah benar-benar melupakannya, dan sekarang saya tertegun dan takut. Apakah ini mimpi? Apakah saya akan terbangun? Saya mencoba fokus apa yang terjadi untuk memastikan apakah saya tidur. Rasa dingin mengalir cepat ke seluruh tubuh saya. Ya Tuhan, ini nyata! Lalu rasa dingin itu hilang, berganti rasa hangat yang berasal dari dalam. Air mata saya bercucuran.”
Ucapan ayahnya sepuluh tahun silam terbukti. Ia kini berlutut, dan wajahnya menempel di lantai. Bagian tertinggi otaknya yang selama ini berisi seluruh pengetahuan dan intelektualitasnya kini berada di titik terendah, dalam sebuah penyerahan total kepada Allah SWT.

Jeffrey Lang merasa Tuhan sendiri yang menuntunnya kepada Islam. “Saya tahu Tuhan itu selalu dekat, mengarahkan hidup saya, menciptakan lingkungan dan kesempatan untuk memilih, namun tetap meninggalkan pilihan krusial kepada saya,” ujar Jeffrey kini.
Jeffrey kini professor jurusan matematika University of Kansas dan memiliki tiga anak. Ia menulis tiga buku yang banyak dibaca oleh Muslim AS: Struggling to Surrender (Beltsville, 1994); Even Angels Ask (Beltsville, 1997); dan Losing My Religion: A Call for Help (Beltsville, 2004). Ia memberi kuliah di banyak kampus dan menjadi pembicara di banyak konferensi Islam.

Ia memiliki tiga anak, dan bukan sebuah kejutan anaknya memiliki rasa keingintahuan yang sama. Jeffrey kini harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sama yang dulu ia lontarkan kepada ayahnya. Suatu hari ia ditanya oleh anak perempuannya yang berusia delapan tahun, Jameelah, usai mereka shalat Ashar berjamaah. “Ayah, mengapa kita shalat?”

“Pertanyaannya mengejutkan saya. Tak sangka berasal dari anak usia delapan tahun. Saya tahu memang jawaban yang paling jelas, bahwa Muslim diwajibkan shalat. Tapi, saya tak ingin membuang kesempatan untuk berbagi pengalaman dan keuntungan dari shalat. Bagaimana pun, usai menyusun jawaban di kepala, saya memulai dengan, ‘Kita shalat karena Tuhan ingin kita melakukannya’,”
“Tapi kenapa, ayah, apa akibat dari shalat?” Jameela kembali bertanya. “Sulit menjelaskan kepada anak kecil, sayang. Suatu hari, jika kamu melakukan shalat lima waktu tiap hari, saya yakin kami akan mengerti, namun ayah akan coba yang terbaik untuk menjawan pertanyaan kamu.”

From: Republika.Online

Menghindari Kesalahan Memotivasi Anak

Sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim


Kalau boleh, saya ingin mengatakan bahwa setiap ibu mendambakan anak-anaknya menjadi manusia yang berguna sesuai harapan orangtua.

Naluri setiap ibu menyayangi dan mendidik anak-anaknya agar kelak tidak saja berhasil bagi dirinya sendiri, tetapi sekaligus membahagiakan orangtua, tetangga dan masyarakat.

Keberhasilan anak dalam meniti hidupnya adalah keberhasilan orangtua, terutama ibu. Karena perjalanan anak banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan oleh ibu selama masa-masa perkembangan.

Didorong oleh rasa sayangnya kepada anak, seorang ibu banyak tampil memotivasi anak. Tindakan ini bagus. Anak yang berhasil, seringkali lahir justru bukan dari banyaknya fasilitas yang dimiliki. Lebih penting dari itu, motivasi tinggilah yang banyak memberi sumbangan pada semangat anak demi berusaha dan menyikapi “kesulitan-kesulitan“ yang dialami.

Tetapi…Ada tetapinya!

Keinginan ibu untuk memotivasi anak tidak jarang menghadapi benturan karena kesalahan-kesalahan “kecil”. Tindakan memotivasi justru menjadi bumerang. Alhasil, kemauan berprestasi anak malah lemah dan prestasinya rendah.

Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan ketika memotivasi anak, yaitu:

1. Membuat Anak Merasa Bersalah

Sebagian ibu menganggap bahwa dengan menimbulkan rasa bersalah, anak akan terpacu untuk memperbaiki diri. Anak akan bersemangat untuk meraih apa yang diharapkan oleh orangtua. Tetapi kenyataannya seringkali justru sebaliknya. Anak menjadi rendah diri. Tidak mempunyai percaya diri. Dalam jangka panjang, ini melemahkan kemampuan anak dalam menyesuaikan diri maupun dalam mengembangkan kecakapan intelektual dan keterampilan kerja.

“Motivasi” yang justru menimbulkan rasa bersalah pada anak, misalnya, “Kamu sayang sama Mama, nggak? Sayang, nggak?”

“Sayang, Ma,” kata Reza. Selebihnya Reza hanya diam.

“Makanya, kalau sayang sama Mama, belajar yang baik,” kata Mama.

Rasa bersalah juga muncul ketika ibu mengatakan, “Ibu tiap hari kerja keras untuk kamu. Kalau kamu kasihan sama Ibu, kamu harus belajar. Kamu harus mendapat ranking satu. Lihat itu, Bapak tiap hari pulang sore. Cari duit itu sulit.”

2. Menjadikan Anak Merasa Anda Tidak Menganggapnya Cukup Pandai

Dody pulang sekolah. Begitu tiba, ibu langsung menanyai tentang pelajaran apa yang diterimanya tadi. Tak lupa menanyakan ulangan.

Ini dia awal kesulitan Dody. Hari itu ada ulangan Matematika. Dia mendapat nilai 7.

Sebenarnya nilai yang bagus untuk Matematika. Tapi Dody tahu, kalau mengatakan yang sebenarnya, ia akan menghadapi risiko diomeli ibu. Tapi kalau berbohong, Dody ingat itu mendatangkan dosa.

Akhirnya Dody menunjukkan kertas hasil ulangan. Seperti diduga, ibunya segera berkomentar, “Aduh Dody. Masak berhitung begini kamu nggak bisa sih? Ini kan mudah, toh! Coba lihat itu Mas Iwan, pintar dia.”

Dody kecewa. Ia sudah mendapat nilai lebih tinggi dari kebanyakan temannya, tapi tetap tidak mendapatkan penghargaan dari orangtua. Ibu menganggapnya tidak cukup pandai.

Mental anak sangat terpukul. Ungkapan ibu semacam ini dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Pada gilirannya, anak mudah merasa putus asa.

Anak juga merasa dirinya bodoh. Karena merasa bodoh, ia cenderung tidak mau belajar. Ia banyak melakukan hal-hal yang kurang meningkatkan kecerdasan. Sehingga, akhirnya ia mendapati benar-benar bodoh di sekolah. Inilah yang disebut self-fulfiling prophecy (nubuwah yang dipenuhi sendiri).

Memotivasi dengan bentuk-bentuk ungkapan semacam itu justru bisa membodohkan anak. Ungkapan yang dimaksudkan oleh ibu untuk membangkitkan potensi anak, sebenarnya justru merusak potensi yang besar.

Seharusnya, ibu tetap menunjukkan kehangatan. Bahkan ketika anak mendapat nilai jelek pun, ibu perlu memberikan kehangatan dan penerimaan. Sikap yang demikian akan menimbulkan rasa aman dan perasaan diterima pada diri anak, sehigga ia akan bersemangat untuk mencapai yang lebih di saat berikutnya tanpa perasaan tertekan dan terbebani.

Sementara kalau anak mencapai prestasi yang memuaskan, seperti yang dicapai oleh Dody misalnya, ibu perlu menunjukkan sikap menghargai. Ibu memberikan penghargaan dan pujian yang memadai. Tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu kikir memuji.

3. Menghancurkan Harga Diri Anak

Anda sangat tidak menyukai kalau keburukan Anda atau hal-hal yang Anda anggap sebagai wilayah pribadi diungkapkan kepada orang lain. Apalagi jika yang mengungkapkan rahasia pribadi Anda itu adalah orang yang paling dekat, suami, misalnya. Rasanya sakit sekali. Ada kekecewaan bercampur amarah. Ada perasaan malu yang amat sangat bercampur dengan kejengkelan.

Kalau Anda saja merasa demikian, apalagi anak Anda yang masih belum memiliki integritas diri yang kukuh? Tapi ada kalanya orangtua menghancurkan harga diri anak dengan maksud menumbuhkan semangat pada diri anak untuk mencapai prestasi terbaik.

“Pokoknya kalau Andi tidak bisa mendapat nilai yang baik, Mama akan cerita sama Ita. Kalau Andi nggak ingin Mama cerita, Andi harus memperbaiki prestasi.”

Atau, “Sudah, kalau Tony nakal terus, nanti Mama bilang sama Papa.”

Ungkapan-ungkapan seperti itu sangat mengganggu harga diri anak. Tetapi yang lebih menghancurkan harga diri adalah kalau ibu benar-benar menceritakan kepada orang lain. Ini yang kadang secara tidak sadar dilakukan oleh ibu. Misalnya ketika ada teman sedang menceritakan anaknya melalui telepon, dengan maksud mengimbangi maupun basa-basi, kadang ibu tanpa sadar menghancurkan diri anak.

“Aduh, Bu. Sama dengan anak saya. Yang nomor tiga itu, Si Pras, itu, aduh… malas sekali kalau disuruh belajar. Sampai jengkel saya kalau menyuruh dia!”

Sikap ibu ini dapat menjadikan dawdling, yaitu sikap negatif anak dengan tidak mau melakukan apa yang diperintahkan orangtua dengan harapan orangtuanya marah. Kalau orangtua marah, ia memperoleh kepuasan (baca Suara Hidayatullah edisi Juni 2007). Pada saat ini, ia mengungkapkan kejengkelannya pada orangtua.

4. Membuat Anak Defensif

Situasi yang memojokkan membuat seseorang harus bersikap bertahan (defensif), tidak menuruti kemauan pihak yang menghendaki berubah. Jika sangat terpaksa, ia akan menurut. Tetapi hanya asal tidak mendapat tekanan. Asal tidak dimarahi. Atau, ia menjadi apatis.

Ibu kadang memotivasi anak dengan cara memojokkan, misalnya, “Kamu pasti nggak sayang sama Mama. Kalau kamu sayang sama Mama, kamu nggak akan malas. Ayo, sekarang belajar.”

5. Mendorong Anak Balas Dendam

Saya pikir, tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya balas dendam. Tetapi ternyata, ada pola-pola komunikasi yang cenderung membuat anak terdorong untuk balas dendam. Misalnya, “Pokoknya kamu harus les Matematika. Ibu nggak mau mempunyai anak yang tidak pandai Matematika. Kalau Bahasa Indonesia , mudah dipelajari. Semua orang bisa menguasai.”

“Tapi, Deka pingin belajar karate, Ma.”

“Nggak. Pokoknya kamu harus les Matematika. Kamu boleh belajar karate, tapi nanti, kalau kamu sudah pandai Matematika,” tegas ibu keras.

Sebenarnya sikap tegas sangat perlu ditegakkan dalam keluarga. Tetapi ketegasan harus berlandaskan aturan yang jelas dan dipahami anak. Ketegasan harus selaras dengan sikap menghargai inisiatif anak.

Seorang ibu bisa mengajukan alternatif sebagai hal yang harus dipilih oleh anak. Tapi ibu harus mendapat menjamin bahwa anak memahami dan menerima penjelasan yang dikemukakan oleh ibu. Lebih dari itu, ibu harus memperhatikan apakah kehendak ibu tidak justru mematikan potensi anak yang sebenarnya sangat besar dan brilian. Inilah!

Karena itu, sikap terbuka dan mau mendengarkan anak, sangat penting untuk dimiliki ibu. Sebaiknya ibu lebih banyak mendampingi dan memberikan kehangatan sehingga anak memiliki percaya diri dan harga diri yang baik.

Ini akan lebih berharga bagi anak. Prestasi anak dapat lebih dipacu, sekalipun kelak anak jauh dari orangtua.

Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Penulis adalah kolumnis di Majalah Suara Hidayatullah

Riset: Kunyit bisa Hindari Kanker

Kunyit selain ampuh untuk membersihkan darah kotor dan penyakit maag, ternyata juga berkhasiat tinggi membunuh sel kanker

Hidayatullah.com--Bukti ini berdasarkan riset terbaru para ilmuwan di Inggris yang tengah melakukan penelitian khasiat ekstrak berbahan dasar kunyit yang terdapat dalam makanan kari pedas. Dugaan awal menyebutkan, ekstrak tersebut berpotensi membunuh sel kanker.

Ekstrak itu bekerja pada 24 jam pertama sejak dikonsumsi. Bahan kimia ini yang disebut "curcumin", telah lama diketahui memiliki daya memulihkan tenaga dan telah dites sebagai cara pengobatan radang sendi dan kepikunan. Meskipun masih dalam skala laboratorium, tes oleh tim dari Cork Cancer Research Centre menunjukkan daya hancur curcumin terhadap sel-sel kanker kerongkongan.

Sejumlah ahli kanker menyebutkan, temuan yang dipublikasikan dalam British Journal of Cancer tersebut dapat membantu para dokter menemukan cara pengobatan di luar model pengobatan sekarang.

Seorang anggota tim peneliti, Dr. Sharon McKenna, mengakui bahwa para peneliti telah lama tahu potensi bahan-bahan alami yang menyembuhkan sel-sel yang salah, seperti curcumin.

Para dokter di Inggris berharap pada temuan yang lebih maju untuk mengobati kanker kerongkongan. Setiap tahun sekitar 7.800 orang didiagnosis menderita kanker kerongkongan di Inggris.

Kanker jenis itu menjadi enam besar kanker mematikan atau sekitar 5 persen dari angka kematian di Inggris.

Dari sudut pandang sumber daya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tanaman herbal berpotensi obat melimpah.

Selain mampu membunuh sel kanker, kunyit yang diolah menjadi jamu dengan ditambah ramuan lainnya, seperti asam dan lain-lain, bisa pula menjadi obat pembersih darah kotor, terutama bagi para wanita selepas menstruasi.

Kunyit juga bermanfaat untuk orang-orang yang menderita maag, dengan cara memarutnya. Kemudian diperas, lalu diambil airnya untuk diminum secara rutin dengan ditambah gula merah, dan kalau perlu asam.

from: [bbc/www.hidayatullah.com]

Kamis, 21 April 2011

Optimisme

Apa yang dimaksud dengan optimisme atau bersikap optimis? Optimisme merupakan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Optimisme dapat juga diartikan berpikir positif. Jadi optimisme lebih merupakan paradigma atau cara berpikir.

Sewaktu mengalami kegagalan atau tekanan hidup, bagaimana perasaan seorang optimis? Seorang yang berpikiran positif atau berpikir secara optimis tidak menganggap kegagalan itu bersifat permanen. Hal ini bukan berarti bahwa ia enggan menerima kenyataan. Sebaliknya, ia menerima dan memeriksa masalahnya. Lalu, sejauh keadaan memungkinkan, ia bertindak untuk mengubah atau memperbaiki situasi.

Bertolak belakang dengan optimisme, pandangan pesimistis akan menganggap kegagalan dari sisi yang buruk. Umumnya seorang pesimis sering kali menyalahkan diri sendiri atas kesengsaraannya. Ia menganggap bahwa kemalangan bersifat permanen dan hal itu terjadi karena sudah nasib, kebodohan, ketidakmampuan, atau kejelekannya. Akibatnya, ia pasrah dan tidak mau berupaya.
Berpikir positif juga menjadi kunci sukses untuk mengelola stres. Optimisme akan membuat seseorang menghadapi situasi tidak menyenangkan dengan cara positif dan produktif.

Manfaat Berpikir Positif
Para ilmuwan telah membuat kesimpulan atas riset selama puluhan tahun tentang manfaat berpikir positif dan optimisme bagi kesehatan. Hasil riset menunjukkan bahwa seorang optimis lebih sehat dan lebih panjang umur dibanding orang lain apalagi dibanding dengan orang pesimis. Para peneliti juga memperhatikan bahwa orang yang optimistis lebih sanggup menghadapi stres dan lebih kecil kemungkinannya mengalami depresi. Berikut ini beberapa manfaat bersikap optimis dan sering berpikir positif.

• Lebih panjang umur
• Lebih jarang mengalami depresi
• Tingkat stres yang lebih kecil
• Memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik terhadap penyakit
• Lebih baik secara fisik dan mental
• Mengurangi risiko terkena penyakit jantung
• Mampu mengatasi kesulitan dan menghadapi stres

Mengapa manfaat ini bisa diperoleh bagi orang yang optimis dan berpikiran positif? Karena biasanya orang yang optimis akan menghindari kegiatan yang dilakukan orang yang pesimis dalam menghadapi stres dan tekanan hidup. Orang pesimis ketika menghadapi stres akan mengalihkan perhatian dengan kegiatan seperti merokok, konsumsi alkohol, dan menikmati makanan tanpa terkendali. Sedangkan seorang optimis akan melakukan lebih banyak aktivitas fisik, mengikuti diet sehat, serta mengurangi rokok dan alkohol.

Cara untuk Bersikap Lebih Optimistis

Jika Anda sering berpikir secara negatif terhadap orang lain ataupun terhadap situasi yang berat, bukan berarti Anda tidak dapat berpikir positif. Anda dapat mengubah cara berpikir negatif menjadi positif. Tidaklah sulit untuk melakukannya, namun membutuhkan waktu dan latihan untuk membuat kebiasaan baru ini. Berikut ini beberapa cara untuk lebih optimistis dan memiliki pikiran dan sikap yang positif.

• Periksa diri Anda
Sewaktu Anda berpikir bahwa Anda tidak akan bisa menikmati suatu peristiwa buruk atau tidak akan sukses melakukan suatu tugas, segera singkirkan pikiran itu. Berfokuslah pada hal positif yang akan dihasilkan.
Lakukan pemeriksaan secara berulang. Jika pikiran negatif lebih banyak, maka segera alihkan dengan pikiran positif.

• Ikuti gaya hidup sehat
Berolahraga tiga kali sehari dapat mengubah suasana hati menjadi positif dan mengurangi stres. Pola makan yang sehat juga mempengaruhi pikiran dan tubuh. Serta coba mengelola stres Anda.

• Nikmati pekerjaan
Berupayalah menikmati pekerjaan Anda. Tidak soal pekerjaan Anda, carilah aspek-aspek yang menyenangkan Anda.

• Cari teman yang positif
Carilah teman-teman yang memandang kehidupan dengan positif. Orang-orang demikian adalah orang yang optimis dan selalu mendukung Anda dengan memberi saran yang baik.
Sebaliknya jika Anda dikelilingi oleh orang-orang pesimis, akan meningkatkan stres Anda bahkan membuat Anda ragu untuk mengelola stres dengan cara yang sehat.

• Hadapi dan terima
Hadapilah situasi yang dapat Anda kendalikan; berupayalah menerima situasi yang tidak dapat Anda kendalikan.

• Miliki rasa humor
Cobalah untuk tersenyum dan tertawa khususnya saat menghadapi saat yang sangat sulit. Carilah kejadian yang mengundang tawa dalam kegiatan sehari-hari. Rasa humor yang baik membantu seseorang memiliki pikiran, emosi, dan perilaku yang lebih positif.

• Catat hal baik
Setiap hari, catatlah tiga hal baik yang Anda alami.

• Aturan sederhana
Jangan katakan apapun kepada diri Anda sesuatu yang tidak ingin Anda katakan ke orang lain.

Memang untuk bersikap optimistis sangatlah tidak mudah. Bencana alam, beban hidup, dan juga musibah bisa terjadi yang membuat banyak orang merasa sulit untuk berpikiran positif. Namun dengan berupaya bersikap optimis dan berpikir positif akan menghasilkan kehidupan yang lebih sehat dan lebih memuaskan. Jangan menyerah!

Do'a Sang Penjual Tempe

Sebuah cerita yang menggambarkan kedekatan seorang hamba dgn Allah Swt. yang maha Mendengar do'a-do'a hambanya yang berharap pada-Nya..
Semoga bermanfaat..!

DO'A SANG PENJUAL TEMPE

Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, tempat tinggal seorang ibu penjual tempe . Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lakukan sebagai menyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang.

“Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. ” demikian dia selalu memaknai hidupnya.
Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe , dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi…….deg !! dadanya gemuruh.

Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, ditengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. “Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku…”

Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe . Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh.

Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan… dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang “memproses” doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia.

Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. “Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku…”

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan… belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang tersebut.

“Keajaiban Tuhan akan datang….pasti, ” yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, “kehendak” Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa… berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya. Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu.

“Pasti sekarang telah jadi tempe !” batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan… dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi. Kecewa, airmata menitik di keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi?

Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk. Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar… merasa sendirian. Allah telah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan… esok dia pun tak akan dapat makan.

Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan “teman-temannya” sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat. Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya.

“Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya??” Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. “Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe ….”

Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. “Jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe ….”
“Bagaimana Bu ? Apa ibu menjual tempe setengah jadi ?” tanya perempuan itu lagi. Kepanikan melandanya lagi. “Duh Gusti… bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?” ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca ?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi ! “Alhamdulillah! ” pekiknya, tanpa sadar.

Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. “Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?”
“Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Sulhanuddin, yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu ?”


Sahabatku, ini kisah yang biasa bukan ? Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa…..dan “memaksakan” agar …..Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa kecewa. Padahal, Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita. Bahwa semua rencananya adalah sempurna..
Wallahu’alam Bishshawaab…..
***
Sumber: Eramuslim

Mencari Akhwat yang Hilang

Saat mambaca catatan ini..., hatiku terdiam.., tergugu..
karena apa yang tersirat benar adanya..?

Semoga di hari "Kartini" ini bukan hanya emansipasi
wanita saja yang didengungkan atau sekedar ikutan
berpakaian kebaya.. namun lebih jauh kedepan..
mengisi setiap sisi pembangunan, walaupun hanya
sebagai rumput kecil di pinggiran jalan menuju
mata air..
dimanakah kita sekarang..??

Jeritan hati seorang Ikhwan yang mendamba
Bidadari dunia..
From : SSQ blog







MENCARI AKHWAT YANG HILANG

Duhai akhwat idaman, dimanakah kau kini berada?
Aneh, mengapa kini aku terlalu sering menemukanmu
dimana-mana, apakah kau tak lagi menjadi idaman
para pengidam kesucian, tak lagi special,
bak bidadari syurga yang hadir di bumi,
tak pernah tersentuh jin dan manusia.

Tak kubayang, akhwatku hilang, tak lekang,
dimakan jaman yang garang.

Dulu kau tak terlihat,
tapi aku tak perlu mencari-cari dirimu.
Karena aku yakin kau ada,
seperti keyakinanku beriman kepada yang ghoib.
Semakin ghoib, semakin indah, semakin beriman.
Wuih. Subahanallah.

Tapi kini kau tak lagi ghoib,
kau begitu menyebar,
kau begitu visual, kau begitu obral,
sehingga justru aku kehilanganmu
di antara kerumunanmu.
Terlihat tapi tak terlihat,
tak terlihat justru terlihat.

Duhai akhwatku, yang cantik sinergi iman.
Ketahuilah bahwa semakin ghoib dirimu maka
semakin besar energi dirimu, sehingga
semakin besar kualitas keakhwatanmu, maka
semakin aku merindukanmu. Kami menyayangimu.
Sayang sekali jika kau tak menyayangi dirimu sendiri lagi;
dalam kekhawatiranmu yang berlebihan pada Tuhan.

Ku tahu kau berhijab dalam hizabmu.
Tapi mengapa harus kau lupakan inti perjuanganmu,
apakah karena hizabmu tidak lagi tegas padamu.
Apakah identitasmu harus bergantung
pada identitas hizabmu yang mulai teragu?

Ku yakin, kau tahu bahwa kau bagai perhiasan
di mata ikhwan atau kawan.
Dan karakter dari perhiasan adalah
butuhnya sebuah atau banyak perhatian.
Yang memperhatikan nikmat, dan
yang diperhatikan bahagia.

Dan biasanya perhiasan eksklusif berkarakter :
"diam, tersembunyi, dijaga ketat,
personal & privacy,
dan hanya orang-orang yang sudah
menunaikan akad “jual beli” yang boleh memakainya."

Kecuali perhiasan murahan,
tak perlu akad spesial pun
sudah bisa dipakai siapapun ….
lalu menjadi manusia terbuang…
na’udzubillahi min dzalik.

Duhai akhwat budiman kekasih ikhwan beriman,
perhatikanlah bahwa kau adalah
perhiasan terindah.
Bisakah kau bayangkan, bahwa perhiasan itu
“diam”nya saja sudah indah dan menggoda.

Maka apa yang terjadi jika engkau pun bergerak
Terlalu bergerak – kesana kemari- sehingga
mata ikhwan memandangmu, sengaja tidak sengaja,
sebab syaitan itu cerdas dan waras.
Sedangkan ikhwan itu cerdas tapi terbatas.
Karena ikhwan itu terbatas, maka kau pun
harus membatasi diri dari pandangannya,
agar syaitan usahanya pun terbatas
menggoda manusia beriman, akhwat dan ikhwan.

Kuharap kau lebih banyak diam yang penuh gerakan,
daripada gerakan yang membuat ikhwan terdiam.

Kau begitu indah untuk tidak diperhatikan,
perhiasan itu begitu banyak yang memperhatikan,
kadang saling bersaing antara satu perhaiasan
dengan perhiasan lainnya, bersaing untuk diperhatikan…
tentu saja karena adanya perhatian.
Perhatian hadir karena adanya sumber perhatian
dan adanya yang memperhatikan.

Fokus dakwah pun kadang berubah,
bahasan bab menikah dan poligami
lebih menjadi perhatian daripada bagaimana cara
memperjuangkan dakwah ini,
dan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah,
Ilahi Robbi?

Duhai akhwat, kau bukan syahwat;
ku tak menyalahkanmu,
Sebab aku pun mudah gelisah
tapi marilah mulai hari ini
sama-sama kita mengambil porsi
yang tidak melampaui suci.

Sebab akhwat itu wanita, dan wanita itu
makhluk indah sejati yang penuh perasaan,
maka perlu diberikan banyak batasan.
Agar perasaannya tidak meluap dan tumpah
di sembarang nyawa.

Sebab, jika satu atau dua batasan
sudah mulai dianggap tak membatasi,
maka berkhawatir dirilah jika engkau
kesulitan mengontrol perasaanmu yang agung itu….

Wahai akhwat sejati,
bukanlah karena cantikmu engkau diperhatikan,
tapi karena diperhatikanlah
engkau menjadi cantik.
Berterimakasihlah kepada
orang-orang yang memperhatikanmu,
dan bersyukurlah kepada Allah
agar DIA tetap memperhatikanmu.

Kalau Allah yang memperhatikanmu,
maka para ikhwan beriman pun
insya Allah bersegera tuk memperhatikanmu.

Tapi kalau perhatian manusia yang engkau kejar,
maka kemanakah kau tempatkan perhatian Tuhanmu,
dari hatimu yang agung,

wahai calon ibu,
wanita yang paling perhatian….
dan butuh perhatian.
Harus diperhatikan.


Dan diriku
Kurang memperhatikan
Maaf ...
Tertulis dan Tertulus

Rabu, 20 April 2011

Thank You...

To those of you who have pushed me, thank you.
Without you I would have fallen.

To those of you who laughed at me, thank you.
Without you I wouldn’t have cried.

To those of you who just couldn’t love me, thank you.
Without you I wouldn’t have known real love.
To those of you who hurt my feelings, thank you.
Without you I wouldn’t have felt them.

To those of you who left me lonely, thank you.
Without you I wouldn’t have discovered myself.

But it is to those of you who thought I couldn’t do it;
It is you I thank the most,
Because without you I wouldn’t have tried.

=========

Untuk mereka yang telah mendorong saya, terima kasih.
Tanpa kalian, aku akan jatuh.

Untuk orang-orang yang menertawakan saya, terima kasih.
Tanpa kalian, aku tidak akan menangis.

Untuk orang-orang yang tidak bisa mencintai saya, terima kasih.
Tanpa kalian, aku tidak akan tahu cinta sejati.

Untuk orang-orang yang menyakiti perasaan saya, terima kasih.
Tanpa kalian, aku tidak akan merasakannya.

Untuk orang-orang yang meninggalkan aku kesepian, terima kasih.
Tanpa kalian, aku tidak akan menemukan diriku sendiri.

Tapi itu adalah untuk orang-orang yang mengira aku tidak bisa melakukannya;
Saya berterima kasih sekali,udah pak
Karena tanpa kalian, aku tidak akan mencoba.

==========
Hidup akan indah jika selalu disertai rasa syukur

Source : millist irfan seeds

Cinta Istimewa Untuk Orang yang Luar Biasa

Sahabat, maaf sebelumnya kalau pernah ada yang baca tentang Bai Fang Li. Seorang yang istimewa. Istimewa bukan karena dudukan dan harta, istimewa bukan karena kemewahan dan jabatannya. Namun istimewa karena apa yang ada di hatinya, yaitu kedermawanan.
Tentu kita kenal dengan Oprah Winfrey. Jika dia menyumbang ratusan dan ribuan dolar, tentu kita kagum namun tidaklah terkejut. Mungkin juga rajanya microsoft, Bill Gates yang mendermakan jutaan dolar, kita juga barangkali menganggap hal hebat yang biasa saja. Namun saat kita diperlihatkan kedermawanan dari orang yang dalam kesusahan, itu adalah hal yang tentunya mengetuk hati kita. Berikut adalah cerita tentang Bai Fang Li. File ini telah ada di komputer saya sejak lama. Tidak ada salahnya saya bagikan kepada sahabat..
————–
Cinta Istimewa dari Orang yang Istimewa

BAI FANG LI adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang dijalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.
Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.

Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.
Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, diruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, diruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.

Bai Fang Li tinggal sendirian digubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong.Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.
Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.

Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat dipundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar dimukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.
Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ketempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu kemulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga.

Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.
“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…” sahut anak itu.
Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.

Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.
Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.
Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam delapan malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan pembeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.

Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmmm… tapi masih cukup bagus… gumannya senang.
Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, ditengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.
“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.

Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.
Bai Fang Li berkata, “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan……” katanya dengan sendu. Semua guru di sekolah itu menangis……..
Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 ( setara 470 juta rupiah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.

Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan ” Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa”.

Selasa, 12 April 2011

10 Hal Saat Uang Banyak Menjadi Tidak Berguna

Buat Sang workaholic ntuk di renungkan..?? apa yang sesungguhnya kita cari dalam hidup ini ??, karena uang hanyalah perantara bagi kita dengan kebutuhan dan keinginan kita..:D

Uang, siapun butuh uang. Orang Dewasa, Remaja bahkan anak – anak kecil sekalipun kenal dengan benda yang namanya uang. Memang uang penting dalam kehidupan, tanpa alat tukar ini kita tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhan hidup. Uang membuat sebagian orang bisa melakukan banyak hal daripada orang yang tidak memilikinya. Tetapi seberapapun pentingnya uang, masih ada hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.antara lain sperti ;

1. Waktu
Uang tidak akan bisa mengembalikan waktu yang telah berlalu. Setelah hari berganti, maka waktu 24jam tersebut akan hilang dan tidak akan mukin akan kembali lagi. Karena itu gunakan setiap kesempatan yang ada untuk menytakan perhatian dan kasih sayang anda kepada orang yang sangat anda sayang dan anda cintai, sebelum waktu itu berlalu dan anda menyesalinya.

2. Kebahagiaan
Memang kedengarannya aneh, Tetapi inilah kenyataannya. Uang memang bisa membuat anda merasa senang karena anda bisa membiayai liburan mewah, memberi laptop dengan fasilitas yang sangat modern, atau modifikasi mobil balap. Tapi uang tidak bisa menghadirkan secercah kebahagiaan dari dalam lubuk hati kita.

3. Kebahagiaan Anak
Untuk membelikan makan dan pakaian yang bagus – bagus untuk anak tercinta memang membutuhkan uang. Tapi anda tidak bisa menggunakan uang untuk memberi rasa aman, tanggung jawab, sikap yang baik serta kepandaian pada anak anda. Hal ini merupakan buah dari waktu dan perhatian yang anda curahkan untuk mereka dan hal – hal baik yang anda ajarkan. Uang memang membantu kita memenuhi aspek pengasuhan, tapi waktu telah membuktikan bahwa kebutuhan dasar tiap anak adalah berapa banyak waktu yang diberikan orangtuanya, bukan orangnya.

4. Cinta
Cinta tidak bisa dibeli dengan uang, akuilah hal ini benar. Memang dengan uang kita bisa membuat orang tertarik, tapi cinta berasal dari rasa saling menghargai, perhatian, berbagi pengalaman dan kesempatan untuk berkembang bersama. Itu sebabnya banyak pasangan yang menikah karena uang, tak bertahan lama.

5. Penerimaan
Untuk diterima oleh lingkungan pergaulan, Anda tak butuh uang. Bila Anda ingin diterima, fokuskan energi Anda untuk membuat diri Anda berharga bagi lingkungan sekitar dengan menjadi teman dalam suka dan duka.



6. Kesehatan
Kita butuh uang untuk mengongkosi biaya perawatan dan membeli obat, tapi uang tak bisa menggantikan kesehatan yang hilang. Itu sebabnya pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati sebaiknya kita terapkan. Mulailah berolahraga, berhenti merokok, dan banyak hal lain yang pasti sudah Anda tahu.

7. Kesuksesan
Beberapa orang memang ada yang mencapai kesuksesan dengan menyuap, tapi ini adalah pengecualian. Kesuksesan hanya berasal dari kerja keras, kemauan, dan sedikit kemujuran. Ada aspek kecil dari usaha menuju sukses yang bisa didapatkan dengan uang, misalnya mengikuti pelatihan atau membeli peralatan, tapi sukses lebih banyak berasal dari usaha yang Anda lakukan sendiri.

8. Bakat
Kita dilahirkan dengan bakat tertentu. Dengan uang, yang bisa kita lakukan adalah mengasah bakat tersebut, misalnya belajar musik. Namun para ahli mengatakan, untuk menjadi ahli di bidangnya, kita membutuhkan bakat.

9. Sikap yang baik
Banyak orang yang kaya raya tapi sikapnya kasar dan ucapannya sinis. Tak sedikit orang sederhana yang tutur katanya sopan dan menunjukkan rasa hormat pada orang lain. Jadi, jumlah uang yang dimiliki bukan penentu sikap atau manner seseorang.

10. Kedamaian
Bila uang bisa membeli kedamaian, barangkali kita tak lagi mendengar tentang perang. Justru yang sering terjadi sebaliknya, uang lah yang menjadi sumber pertikaian dan permusuhan.

Money can buy a house, but not a home.
Money can buy a bed, but not sleep.
Money can buy a clock, but not time.
Money can buy a book, but not knowledge.
Money can buy food, but not an appetite.
Money can buy position, but not respect.
Money can buy blood, but not life.
Money can buy medicine, but not health.
Money can buy sex, but not love.
Money can buy insurance, but not safety.

Sumber: kaskus

Jangan Menyerah dgn Kekurangan Kita

Sebuah artikel bagus untuk kita pantang menyerah untuk menjadi lebih baik..:






Di Hawai, ada seorang cacat yang tidak punya tangan kanan sejak lahir, namun tangan kirinya normal. Sewaktu masih kecil, ia sering dihina dan diolok-olok oleh teman2nya. Ia menjadi rendah diri (minder) karena kecacatannya itu.

Pada suatu hari, dia bertemu seorang guru beladiri (di Hawai banyak orang keturunan Jepang yang ahli beladiri), dan Guru itu bertanya kepadanya “Apakah kamu mau kalau saya mengajarimu ilmu beladiri supaya kamu menjadi percaya diri?” Jawabnya dengan semangat “Mau, saya sangat mau!”

Akhirnya, orang cacat itu diajari satu jurus kuncian dan ia diminta untuk terus mempraktikkannya. Hingga berminggu2 lamanya, murid itu terus menerus mempraktikkan satu jurus itu saja. Pada minggu ke-16 murid itu merasa sudah pandai. Ia lalu berkata “Guru, tolong ajarkan kepada saya jurus yang lainnya.” Gurunya menjawab “Praktikkan jurus itu lagi, sekarang belajar lebih cepat, dan lebih kuat!” Setelah beberapa minggu, ketika muridnya mengatakan “Guru saya sudah ahli.” Gurunya menjawab, “Kamu harus lebih kuat dan lebih cepat lagi, kamu harus banyak lawan tanding!” Gurunya bertanya “Apakah kamu sudah ahli?” Kalau memang sudah ahli selanjutnya kamu bisa mempraktikannnya dengan lawan tandingmu.” Ternyata jurusnya bekerja dengan sempurnya dan ia bisa mengalahkan pada lawan tandingnya dengan mudah.

Gurunya puas dengan hasil tersebut, dan berkata. “Baiklah, sekarang kamu akan saya daftarkan dalam pertandingan bela diri berkelas.” Namun si murid berteriak, “Guru! Saya kan baru bisa menguasai satu jurus, tapi mengapa anda sudah mendaftarkan saya?” Gurunya menjawab “Tidak masalah!” Kemudian sang murid berpikir, “Oh, kalau saya didaftarkan ke suatu pertandingan, mungkin saya akan diajarkan jurus yang baru karena pertandingan masih 8 minggu lagi.” Ternyata tidak, dia hanya tetap diajari satu jurus yang sama, satu jurus kuncian, terus menerus hanya diajari satu jurus itu. Dalam latih tanding dia dapat mengalahkan semua lawan tandingnya. Lalu ia berkata “Guru, apakah saya harus mengikuti pertandingan hanya berbekal satu jurus ini?” Gurunya menjawab, “Sudahlah, yang penting kamu terus praktik lawan tanding yang lebih cepat dan lebih kuat untuk menyempurnakannya.” Murid yang cacat itu bertanya lagi, “Apakah saya tidak diajari jurus lainnya?” Gurunya berkata dengan lantang. “Tidak!” Kemudian murid itu berkata “Guru, kalau nanati saya kalah, saya akan menjadi sangat malu.” Gurunya memberikan semangat, “Tidak masalah, kamu ikut saja.”

Tibalah hari pertandingan itu. Si murid tersebut tetap hanya menggunakan satu jurus untuk bertarung dengan semua lawannya. Ketika menghadapi lawan pertama, dengan cepat ia bisa mengunci lawannya dan dengan cepat pula lawan itu tidak bisa bergerak sama sekali dan menyerah. Demikian seterusnya hingga babak ketiga, dia hanya menggunakan satu jurus dan berhasil mengalahkan semua lawannya dengan cepat. Kemudian dia masuk babak semi final, dan dia berkata kepada gurunya, “Waduh guru….., sudah tiga kali saya menggunakan jurus ini, nanti saya akan ketahuan oleh lawan saya selanjutnya, please, tolong saya diajarkan jurus sakti yang lainnya agar saya bisa menang lagi”. Gurunya menjawab dengan tegas “Sudahlah, kamu pakai jurus itu saja dengan lebih cepat dan lebih kuat.”

Akhirnya. Dengan sedikit terpaksa murid itu maju ke babak semifinal dengan tetap menggunakan satu jurus tadi, dan ternyata lawannya dapat dikunci dengan cepat dan menyerah kalah. Ia berteriak merayakan kemenangannya
Akhirnya ia mencapai babak final. Kali ini lawannya adalah juara bertahan selama tujuh kali berturut2. Secara spontan ia berkata lagi kepada gurunya, “Waduh Guru….,, Kali ini saya benar2 tidak berkutik, dia juara bertahan dengan rekor tujuh kali mempertahankan gelarnya. Saya empat kali menang hanya menggunakan satu jurus yang sama terus-menerus, bagaimana saya bisa menang melawan juara ini?” Murid itu tampak mulai tertekan dan berkata, “Tolong…, ajari saya jurus sakti yang baru, tolonglah saya guru!” Gurunya menjawab, “Tidak! Kamu tetap masuk final hanya dengan satu jurus itu dengan lebih cepat dan lebih kuat lagi!”

Dan ketika akhirnya ia berhadapan dengan juara bertahan itu dengan hanya menggunakan satu jurus yang digunakan sebelumnya, ternyata dalam waktu singkat juara bertahan itu dapat terkunci dan menyerah kalah. Kemudian dia merayakan kemenangannya dengan kegembiraan yang luar biasa. Malam harinya ketika murid tersebut pulang, ia disambut dengan pesta yang sangat meriah. Dan ketika semua sudah pulang dari pestanya, yang masih tinggal hanya dia dan gurunya. Mereka duduk di tepi panta melihat ombak yang menderu dan memecah di tepian pantai dalam sinar cerah bintang dan rembulan.

Kemudian si murid bertanya kepada gurunya, “Guru, saya tidak habis pikir, mengapa saya bisa jadi juara dengan hanya satu jurus?” Gurunya menjawab, “Ada dua hal mengapa kamu bisa menjadi pemenang. Pertama , Teknik kuncianmu itu adalah teknik kuncian yang paling hebat di dunia beladiri, sangat sulit diantisipasi, apalagi kalau kamu jalankan dengan kekuatan dan kecepatan yang luar biasa. Kedua, teknik kuncian kamu ini sebenarnya ada penawarnya atau ada cara menghindarinya. Tetapi untuk melakukan nya lawanmu harus memegang tangan kananmu, dan kamu tidak punya tangan kanan…….!!”

Marketing Revolution. Tung Desem Waringin

Jangan menjadi minder dan tidak percaya diri karena kekurangan / kelemahan kita, Mari pikirkan caranya agar kelemahan kita malah menjadi kekuatan buat kita.

Jumat, 08 April 2011

Energi Dari Pelukan

Ternyata apa yang selama ini secara alami saya lakukan, yaitu berpelukan jika ada masalah berat atau hati sedang galau, memiliki manfaat yang tersembunyi, seolah masalah menjadi lebih ringan..,
Mari kita jadikan berpelukan menjadi kebiasaan kita bersama pasangan, anak atau saudara dan sahabat..^_^, seperti tulisan dibawah ini ;

Energi Pelukan
Oleh Azimah Rahayu

Suatu hari di gua Hira, Muhammad SAW tengah ber’uzlah, beribadah kepada Rabbnya. Telah sekian hari ia lalui dalam rintihan, dalam doa, dalam puja dan harap pada Dia Yang Menciptanya. Tiba-tiba muncullah sesosok makhluk dalam ujud sesosok laki-laki. “Iqra!” katanya.

Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak dapat membaca!” Laki-laki itu merengkuh Muhammad ke dalam pelukannya, kemudian mengulang kembali perintah “Iqra!” Muhammad memberikan jawaban yang sama dan peristiwa serupa pun terulang hingga tiga kali. Setelah itu, Muhammad dapat membaca kata-kata yang diajarkan lelaki itu. Di kemudian hari, kata-kata itu menjadi wahyu pertama yang yang diturunkan Allah kepada Muhammad melalui Jibril, sang makhluk bersosok laki-laki yang menemui Muhammad di gua Hira.

Sepulang dari gua Hira, Muhammad mencari Khadijah isterinya dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”. Ia gemetar ketakutan, dan saat itu, yang paling diinginkannya hanya satu, kehangatan, ketenangan dan kepercayaan dari orang yang dicintainya. Belahan jiwanya. Isterinya. Maka Khadijah pun menyelimutinya, memeluknya dan mendengarkan curahan hatinya. Kemudian ia menenangkannya dan meyakinkannya bahwa apa yang dialami Muhammad bukanlah sesuatu yang menakutkan, namun amanah yang akan sanggup ia jalankan.

**

Suatu hari dalam sebuah pelatihan manajemen kepribadian. Para instruktur yang jugapara psikolog tengah mengajarkan berbagai terapi penyembuhan permasalahan kejiwaan. Dari semua terapi yang diberikan, selalu diakhiri dengan pelukan, baik antar sesama peserta maupun oleh instrukturnya.

Namun demikian, mereka mempersilakan peserta yang tidak bersedia melakukan pelukan dengan lawan jenis untuk memilih partner pelukannya dengan yang sejenis. Yang penting tetap berupa terapi pelukan. Menurut mereka, pelukan adalah sebuah terapi paling mujarab hampir dari semua penyakit kejiwaan dan emosi. Pelukan akan memberikan perasaan nyaman dan aman bagi pelakunya.

Pelukan akan menyalurkan energi ketenangan dan kedamaian dari yang memeluk kepada yang dipeluk. Pelukan akan mengendorkan urat syaraf yang tegang. Saya yang saat itu menjadi salah satu peserta, memilih menggunakan pilihan kedua ini. Pelatihan itu, di kemudian hari memberikan perubahan besar dalam stabilitas emosi dan kejiwaan saya.

**

Apa yang saya inginkan pertama kali ketika saya sedang bersedih, marah atau apapun yang secara emosi mengguncang perasaan saya? Dipeluk suami. Pelukan itu akan menenangkan saya, membuat saya nyaman dan tenang kembali. Apa yang kami berdua lakukan setelah berantem? Saling memeluk.

Pelukan itu akan menurunkan tensi emosi di antara kami. Pelukan itu akan merekatkan kembali ikatan cinta di antara kami setelah luka dan kecewa yang sempat tertoreh. Pelukan itu, akan membuat kehidupan rumah tangga kami menjadi makin mesra. Segala sedih, segala marah, segala kecewa, dan segala beban hilang oleh kehangatan pelukan.

Pelukan itu, kemudian tidak hanya berlaku ketika saya terguncang secara emosi. Setelah setahun lebih kami menikah, pelukan telah menjadi satu kebiasaan dalam hari-hari kami. Hal pertama yang saya lakukan ketika tiba di rumah sepulang dari kantor atau dari bepergian adalah memeluk suami. Memeluknya erat-erat. Itu saja. Tak Lebih. Hal pertama yang saya inginkan ketika saya bangun dari tidur adalah memeluk dan dipeluk suami saya. Memeluknya kuat-kuat. Itu saja.

Bukan yang lainnya. Jika kami bangun pada jeda waktu yang tak sama, maka ‘utang’ kebiasaan itu dilakukan setelah shalat lail atau shalat subuh. Jika kami tidur di kamar yang berbeda, biasanya jelang subuh atau habis shubuh, salah satu dari kami akan menyusul yang lainnya. Hanya untuk satu hal saja: memeluk dan dipeluk.

Saat malam menjelang tidur, kami terbiasa tiduran dan saling memeluk, berlama-lama sambil berbincang tentang aktifitas kami seharian. Ada kata-kata yang minimal tiga kali sehari saya ucapkan kepada suami saya, “I Love U” dan “Minta peluk!” Rasanya ada yang kurang jika kekurangan pelukan dalam sehari. Pelukan memberiku rasa aman dan nyaman. Pelukan, saya rasakan memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh apapun.

**

Berdasarkan hasil penelitian, kita butuh empat kali pelukan per hari untuk bertahan hidup, delapan supaya tetap sehat, dan dua belas kali untuk pertumbuhan. Jika ingin terus tumbuh, kita butuh dua belas pelukan per hari. Pelukan berkhasiat menyehatkan tubuh. Pelukan merangsang kekebalan tubuh kita. Pelukan membuat kita merasa istimewa. Pelukan memanjakan sifat kekanak-kanakan yang ada dalam diri kita. Pelukan membuat kita lebih merasa akrab dengan keluarga dan teman-teman.

Riset membuktikan bahwa pelukan dapat menyembuhkan masalah fisik dan emosional yang dihadapi manusia di zaman serba stainless steel dan wireless ini. Bukan hanya itu saja, para ahli mengemukakan bahwa pelukan bisa membuat kita panjang umur, melindungi dari penyakit, mengatasi stress dan depresi, mempererat hubungan keluarga dan membantu tidur nyenyak. (The Aladdin Factor, Jack Canfield & Mark Victor Hansen.”)

Helen Colton, penulis buku The Joy of Touching juga menemukan bahwa ketika seseorang disentuh, hemoglobin dalam darah meningkat hingga suplai oksigen ke jantung dan otak lebih lancar, badan menjadi lebih sehat dan mempercepat proses penyembuhan. Maka bisa dikatakan bahwa pelukan bisa menyembuhkan penyakit “hati” dan merangsang hasrat hidup seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh jurnal Psychosomatic Medicine, pelukan hangat dapat melepaskan oxytocin, hormon yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kedamaian. Hormon tersebut akan menekan hormon penyebab stres yang awalnya mendekam di tubuh.

Hasil hasil penelitian tersebut, memberikan keterangan ilmiah atas kecenderungan dalam diri setiap manusia untuk mendapatkan ketenangan dan kehangatan melalui pelukan. Penelitan tersebut memberikan fakta ilmiah atas besarnya energi yang dapat disalurkan melalui pelukan.

Sayangnya, banyak dari kita dibesarkan dalam rumah yang di dalamnya pelukan adalah sesuatu yang tidak lazim, dan kita mungkin merasa tidak nyaman minta dipeluk dan memeluk. Kita mungkin pernah digoda sebagai “si anak manja” jika sering memeluk atau dipeluk Ayah, Ibu atau saudara kandung kita. Dan jadilah kita atau remaja-remaja kita saat ini, tumbuh dengan kekurangan energi pelukan.

Bisa jadi, kekurangan energi pelukan ini adalah termasuk salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kasus ketidakstabilan emosi manusia seperti yang terjadi belakangan ini: tingginya angka kriminalitas dan narkoba pada golongan anak dan remaja, kesurupan di berbagai sekolah dan sebagainya.

Dan bisa jadi, sesungguhnya solusi untuk mengurangi berbagai permasalahan itu sebenarnya sederhana saja: Pemberian pelukan kasih sayang yang banyak kepada anak-anak dari orang tuanya. Bukankah Rasulullah sangat gemar memeluk isteri, anak, cucu, dan bahkan anak-anak kecil di lingkungannya dengan pelukan kasih sayang? Bahkan pernah ada satu kisah ketika Rasulullah mencium dan memeluk cucunya, seorang sahabat menyatakan bahwa hingga ia punya 10 orang anak, tak satu pun yang pernah ia curahi dengan peluk cium.

Rasulullah saat itu berkomentar, “Sungguh orang yang tidak mau menyayang (sesamanya), maka dia tidak akan disayang.” (riwayat Al-Bukhari)

Rasanya, sudah sangat cukup alasan bagi saya, untuk mencurahi anak saya nanti dengan pelukan kasih sayang. Insya Allah!

***

10 Cara Sehat Lahir Bathin

Ada banyak cara untuk meraih kebahagiaan, termasuk sehat jasmani dan rohani. Tapi para ahli psikologi mengungkapkan ada beberapa cara sehat untuk meraih kebahagiaan lahir batin. Apa saja?

Semua orang pasti ingin sehat lahir batin sehingga dapat terbebas dari stres dan sakit. Perasaan emosional ini tidak hanya dipengaruhi oleh gen semata, tapi banyak hal lainnya yang bisa bikin bahagia.

Kebahagiaan adalah salah satu hal yang ingin dicapai oleh semua orang, tapi tanpa disadari banyak hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan suasana hati tersebut.

Psikolog Amerika telah menerbitkan sebuah laporan dalam jurnal The Psychological Science, yang mengungkapkan rahasia kebahagiaan dan mengelompokkannya dalam sepuluh faktor.

Selain itu, jurnal tersebut juga menunjukkan bahwa ada hal-hal kecil yang ternyata bisa menjadi kunci utama untuk merasakan kebahagiaan.

Hanya dengan kebahagiaan kecil ternyata dapat mengatasi berbagai macam penyakit dengan lebih cepat dan dapat memperpanjang waktu hidup bahkan hingga 7 tahun.

Dilansir dari GeniusBeauty, Sabtu (18/9/2010), berikut 10 faktor untuk meraih kebahagiaan yang :

1. Berbagi kebahagiaan dengan orang lain
2. Menganalisa memori-memori yang menyenangkan
3. Pujilah diri Anda sendiri
4. Fokuslah pada sensasi yang menyenangkan
5. Selalu berpikir positif dan berpikir bahwa Anda bisa melakukan hal dengan lebih baik
6. Lakukan aktivitas yang Anda sukai
7. Berpura-puralah bahagia meski sebenarnya Anda sedang tidak dalam suasana bahagia
8. Rayakan momen besar dalam hidup Anda
9. Jauhkan pikiran suram, ketakutan dan keraguan
10. Katakan ‘terima kasih’ sesering mungkin

(mer/ir)

***

Sedekah Yang Pahalanya Mengalir

Dari Abu Hurairah RA, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW, telah bersabda : “Bila seorang hamba telah meninggal, segala amalnya terputus, kecuali tiga hal : amal jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo’akannya” (HR. Bukhari, dalam Adabul Mufrad).

Berikut contoh konkrit, sadaqah (amal) jariah, yang pahalanya terus mengalir walaupun si pemberi sadaqah telah wafat :

SADAQAH JARIAH – KEBAIKAN YANG TAK BERAKHIR AL SADAQAT AL JARIYAH – THE ACTIONS WHICH OUTLIVES YOU !

1. Berikan Al-Quran pada seseorang, setiap saat Al-Quran tersebut dibaca, anda mendapatkan kebaikan. Give Quran to someone and each time they read from it, you will gain hasanaat.
2. Ajarkan seseorang sebuah do’a. Pada setiap bacaan do’a itu, anda mendapatkan kebaikan. Teach someone to recite a dua. With each recitation, you will gain hasanaat.
3. Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, anda mendapatkan kebaikan. Donate a wheel chair to a hospital and each time a sick person uses it, you will gain hasanaat.
4. Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau hewan berlindung dibawahnya atau makan buahnya, anda dapat kebaikan. Plant a tree. Each time any person or an animal sits under its shade or eats from the tree, you will gain hasanaat.
5. Tempatkan pendingin air di tempat umum. Place a water cooler in a public place.
6. Berbagi bacaan yang membangun dengan seseorang. Share constructive reading material with someone.
7. Libatkan diri dalam pembangunan mesjid. Participate in the building of a mosque.
8. Berbagi CD Quran atau Do’a. Share a dua or Quran CD.
9. Bantulah pendidikan seorang anak. Help in educating a child.
10. Bagikan pengetahuan ini dengan orang lain. Jika seseorang menjalankan salah satu dari hal diatas, Anda dapat kebaikan sampai hari Qiamat. Share this with someone. If one person applies any of the above you will receive your hasanaat until the Day of Judgment.

Jadilah dai “sejuta artikel” dengan meneruskan artikel ini kepada saudara-saudara kita sesama muslim yang barangkali belum mengetahuinya, sehingga kita tidak dilaknat Allah dan seluruh mahluk karena tidak menyampaikan (menyembunyikan) apa yang telah kita ketahui, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah Ayat 159 : “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayat, sesudah Kami terangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk”.

Dari Abdullah bin ‘Amru ra, RasulAllah S.A.W bersabda: “Sampaikanlah pesanku walaupun hanya satu ayat”.

Semoga Allah Ta’ala membalas ‘amal Ibadah kita.

***

Dari Sahabat

Rabu, 06 April 2011

Sebab Mundurnya Minat Belajar Anak

Apa yang menjadi biang keladi dari kehancuran sistem pendidikan di dunia pada umumnya..?

1. Sistem yang tidak menghargai proses
Belajar adalah proses dari tidak bisa menjadi bisa. Hasil akhir adalah buah dari kerja setiap proses yang dilalui. Sayangnya proses ini sama sekali tidak dihargai; siswa tidak pernah dinilai seberapa keras dia berusaha melalui proses. Melainkan hanya semata-mata ditentukan oleh ujian akhir. Oleh karenanya ada seorang teman yang kuliah di perguruan tinggi di Bandung, hanya masuk seminggu menjelang ujian saja. Apa katanya... percuma masuk tiap hari yang penting ujian bisa sudah nilai kita bagus dan pasti lulus.

2. Parrot Learning System yakni Sistem yang hanya mengajari anak untuk menghafal bukan belajar dalam arti sesunguhnya

Apa buktinya? coba ingat-ingat seberapa lama kita ingat materi ujian yang kita pelajari setelah di ujikan..? seminggu..? atau malah besoknya sudah lupa..? Apa beda belajar dengan menghafal; Produk dari sebuah pembelajaran kemampuan atau keahlian yang dikuasai terus menerus. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat anak belajar sepeda. Mulai dari tidak bisa menjadi bisa, dan setelah bisa ia akan bisa terus sepanjang masa. Sementara produk dari menghafal adalah ingatan jangka pendek yang dalam waktu singkat akan cepat dilupakan. Perbedaan lain bahwa belajar membutuhkan waktu lebih panjang sementara menghafal bisa dilakukan hanya dalam 1 malam saja. Menghafal bukanlah sesuatu yang harus dipelajari, hafal adalah produk dari kebiasaan yang berulang-ulang dan tidak perlu menggunakan effort yang melelahkan otak. Sebut saja jalan kekantor dan pulang kerumah, karena setiap hari kita lakukan maka kita hafal betul lika-likunya hingga jam-jam macetnya tanpa perlu memeras otak seperti kebanyakan anak-anak yang harus menghafal untuk menghadapi ulangan mereka.

Padahal pada hakekatnya Manusia dianugrahi susunan otak yang paling tinggi derajadnya dibanding mahluk manapun didunia. Fungsi tertinggi dari otak manusia tersebut disebut sebagai cara berpikir tingkat tinggi atau HOT; yang direpresentasikan melalui kemampuan kreatif atau bebas mencipta serta berpikir analisis-logis; sementara fungsi menghafal hanyalah fungsi pelengkap. Keberhasilan seorang anak kelak bukan ditentukan oleh kemampuan hafalannya melainkan oleh kemampuan kreatif dan berpikir kritis analisis.

3. Sistem sekolah yang berfokus pada nilai

Nilai yang biasanya diwakili oleh angka-angka biasanya dianggap sebagai penentu hidup dan matinya seorang siswa. Begitu sakral dan gentingnya arti sebuah nilai pelajaran sehingga semua pihak mulai guru, orang tua dan anak akan merasa rasah dan stress jika melihat siswanya mendapat nilai rendah atau pada umumnya dibawah angka 6 (enam).

Setiap orang dikondisikan untuk berlomba-lomba mencapai nilai yang tinggi dengan cara apapun tak perduli apakah si siswa terlihat setangah sekarat untuk mencapainya. Nyatanya toh dalam kehidupan nyata, nilai pelajaran yang begitu dianggung-anggungkan oleh sekolah tersebut tidak berperan banyak dalam menentukan sukses hidup seseorang. Dan lucunya sebagian besar kita dapati anak yang dulu saat masih bersekolah memiliki nilai pas-pasan atau bahkan hancur, justru lebih banyak meraih sukses dikehidupan nyata.

Mari kita ingat-ingat kembali saat kita masih bersekolah dulu; betapa bangganya seseorang yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya anak yang medapat nilai rendah; dan bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, biasanya guru menggunakan tinta dengan warna yang lebih menyala dan mencolok mata.

Sementara jika kita kaji lagi; apakah sesungguhnya representasi dari sebuah nilai yang diagung-agungkan disekolah itu...?

Nilai sesungguhnya hanyalah representasi dari kemampuan siswa dalam “menghapal” pelajaran dan “subjektifitas” guru yang memberi nilai tersebut terhadap siswanya.

Meskipun kerapkali guru menyangkalnya, cobalah anda ingat-ingat; berapa lama anda belajar untuk mendapatkan nilai tersebut; apakah 3 bulan...? 1 bulan..? atau cukup hanya semalam saja..?

Kemudian coba ingat-ingat kembali, jika dulu saat bersekolah, ada diantara anda yang pernah bermasalah dengan salah seorang guru; apakah ini akan mempengaruhi nilai yang akan anda peroleh..?

Jadi wajar saja; meskipun kita banyak memiliki orang “pintar” dengan nilai yang sangat tinggi; negeri ini masih tetap saja tertinggal jauh dari negara-negara maju. Karena pintarnya hanya pintar menghafal dan menjawab soal-soal ujian.

4. Sistem pendidikan yang Seragam-sama

Siapapun sadar bahwa bila kita memiliki lebih dari 1 atau 2 orang anak; maka bisa dipastikan setiap anak akan berbeda-beda dalam berbagai hal. Andalah yang paling tahu perbedaan-perbedaanya.

Namun sayangnya anak yang berbeda tersebut bila masuk kedalam sekolah akan diperlakukan secara sama, diproses secara sama dan diuji secara sama.

Menurut hasil penelitian Ilmu Otak/Neoro Science jelas-jelas ditemukan bahwa satiap anak memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda. Mulai dari Instingtif otak kiri dan kanan, Gaya Belajar dan Kecerdasan Beragam.

Sementara sistem pendidikan seolah-oleh menutup mata terhadap perbedaan yang jelas dan nyata tersebut yakni dengan mengyelenggaraan sistem pendidikan yang sama dan seragam. Oleh karena dalam setiap akhir pembelajaran akan selalu ada anak-anak yang tidak bisa/berhasil menyesuaikan dengan sistem pendidikan yang seragam tersebut.

5. Sekolah adalah Institusi Pendidikan yang tidak pernah mendidik (Knowing vs Being)

Sekilas judul ini tampaknya membingungkan; tapi sesungguhnya inilah yang terjadi pada lembaga pendidikan kita.

Apa beda mendidik dengan mengajar...?

Ya.. tepat!, mendidik adalah proses membangun moral/prilaku atau karakter anak sementara mengajar adalah mengajari anak dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak bisa menjadi bisa.

Produk dari pengajaran adalah terbangunnya cara berpikir kritis dan kreatif yang berhubungan dengan intelektual sementara produk dari pendidikan adalah terbangunnya prilaku/akhlak yang baik.

Ya..! memang betul dalam kurikulum ada mata pelajaran Agama, Moral Panca Sila, Civic dan sebagainya namun dalam aplikasinya disekolah guru hanya memberikan sebatas hafalan saja; bukan aplikasi dilapangan. Demikian juga ujiannya dibuat berbasiskan hafalan; seperti hafalan butir-butir Panca Sila dsb. Tidak berdasarkan aplikasi siswa dilapangan seperti praktek di panti-panti jompo; terjun menjadi tenaga sosial, dengan sistem penilaian yang berbasiskan aplikasi dan penilaian masyarakat (user base evaluation).

Jadi wajar saja jika anak-anak kita tidak pernah memiliki nilai moral yang tertanam kuat di dalam dirinya; melainkan hanya nilai moral yang melintas semalam saja dikepalanya dalam rangka untuk dapat menjawab soal-soal ujian besok paginya.

6. Sistem Pendidikan berbasiskan kelas dan teori

Bayangkan betapa menakutkannya sistem sekolah yang ada saat ini; setiap siswanya yang kelak akan hidup di dunia yang beragam diluar sana, namun selama bertahun-tahun hanya mengenal suatu ruangan dengan meja dan bangku yang berderet-deret. Ruang yang sakral ini diberi nama dengan “Kelas”. Mereka tidak pernah diajak untuk menjelajahi berbagai kehidupan nyata diruang kelas, sementara kehidupan mereka kelak menuntut mereka bisa berkiprah diluar ruang kelas. Sungguh kasihan nasib anak-anak kita.

Siswa yang kelak akan berhadapan dengan realitas hidup dan tantangan yang multi dimensi ini pun sayangnya hanya diajarkan untuk mengetahui sebatas buku dan teori. Bahkan sebagian besar teori yang diajarkan adalah teori masa lalu yang sebagian besar telah usang karena begitu cepatnya perubahan zaman. Sehingga sering kali mereka mempelajari sesuatu yang sudah kadaluarsa dan ditinggalkan oleh dunia.

Jadi wajar saja jika anda mendapati para lulusan terbaik dari perguruan tinggi terbaik sekalipun masih membutuhkan waktu untuk belajar lagi untuk bekerja atau bahkan perlu pelatihan berbulan-bulan agar bisa menggunakan alat-alat yang belum pernah dikenalnya.

Sungguh pendidikan dengan realitas hidup ibarat sebuah pepatah “jauh panggang dari api”.

Perhatikan Fakta berikut dari riset yang dilakukan oleh Dale Carnigie Insitute ....
SISTEM -------------------------REALITAS
PEMBELAJARAN--------------KEHIDUPAN

> 90% di ruang kelas-----30% - 50% diruangan mirip kelas
> 90% teori--------------------Berapa persen teori..?

7. Sekolah yang menghakimi anak dengan sistem rangking

Aneh sekali sistem pendidikan di negeri ini; setiap orang tua mengirim anaknya kesekolah pasti dengan satu tujuan dan harapan, yakni agar anaknya berhasil. Tapi sayangnya harapan orang tua banyak yang justru kandas disekolah. Mengapa...? karena ternyata fungsi sekolah yang ada hanyalah untuk menghasilkan dua kelompok anak yakni yang Berhasil dan yang Gagal. Bukan menjadikan setiap anak berhasil.

Ternyata faktanya dari tahun-ketahun rata-rata jumlah yang gagal jauh lebih banyak dari jumlah yang berhasil...? Tapi anehnya orang tua masih saja berbondong-bondong mengirim anaknya kesekolah meskipun hanya untuk sekedar mendapatkan pembenaran bahwa anaknya masuk kelompok yang berhasil atau yang gagal. Berapa banyak juara dalam setiap kelas...?

Tak bisakah sekolah itu menjadikan semua anak menjadi sukses..? Tak mampukah sekolah menjadikan setiap muridnya menjadi anak yang berhasil..? Masih maukah para orang tua mengirim anaknya ke sekolah semacam ini..?

8. Sistem Pendidikan yang tidak memiliki tujuan jelas

Saya sering mengajukan pertanyaan yang sederhana pada para siswa sekolah, untuk apa kalian bersekolah..? jawaban mereka biasanya hampir sama seperti biar jadi anak pintar, biar jadi orang berhasil dan sejenisnya. Tapi maksud saya adalah apa persisnya tujuan akhir bersekolah bagi kehidupanmu kelak. Apakah hanya untuk lulus saja kemudian kebingungan mencari kerja dan akhirnya menjadi pengangguran baru atau persisnya bagaimana?

Mulailah para siswa kebingungan dengan pertanyaan semacam ini. Yah wajar mereka kebingungan karena memang mereka tidak pernah diajak untuk memikirkan hal ini, atau mungkin para guru dan pembuat kebijakan pendidikan juga tidak terpikir tentang hal ini.

Bayangkan sejak kita bersekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi begitu banyak mata pelajaran yang harus kita perlajari dan kuasai namun ternyata hanya sedikit sekali yang kita gunakan dalam kehidupan nyata. Padahal kita perlu usaha keras dan biaya yang tidak sedikit untuk mempelajarinya. Lalu untuk apa semua yang ada dikurikulum itu kita pelajari kalo ternyata kelak kita tidak menggunakannya. Ambil saja contoh sejak SMP kita diajarkan matematika Sinus, Cosinus dan Tangen, tapi nyatanya dalam hidup kita hanya gunakan Tambah, Kali, Kurang dan Bagi saja. Mengapa ini tidak diajarkan saja pada jenjang perguruan tinggi jurusan matematika, yang jelas-jelas mereka akan gunakan bagi profesinya kelak. Itupun kalau digunakan..?

Tapi sayangnya jika kita ajukan pertanyaan ini pada para guru, merekapun kebingungan untuk menjawabnya dan bahkan jikapun ini kita tanyakan pada perwakilan Diknas setempat mereka juga sama tidak tahunya.

Sementara begitu banyak pelajaran yang diperlukan oleh siswa untuk meraih sukses dalam kehidupannya kelak justru tidak diajarkan disekolah. Sebut saja mata pelajaran kewirausahaan, etos kerja, cara berpikir kritis dan kreatif, pengendalian emosi, mengenal potensi diri, berpikir positif dsb.
Jadi wajar saja jika para lulusan SMA dari masa-kemasa terus merasa kebingungan untuk menentukan tujuan atau jurusan sekolahlanjutan bagi dirinya.

9. Sistem ujian berbasiskan tulisan

Bayangkan dalam kehidupan nyata, sebagian besar anak-anak kita kelak harus berkarya dengan berbagai cara dan alat untuk bisa sukses dalam kehidupan.

Sementara selama lebih dari 18 tahun mereka bersekolah, mereka hanya dididik untuk tulis menulis, seluruh pelajaran hingga ujian disusun berdasarkan tulisan. Ini jelas sebuah sistem yang tidak masuk akal.

Sistem inilah yang telah membuat anak-anak lulusan sekolah canggung menghadapi kehidupan nyata yang ternyata tidak hanya sebatas tulis menulis saja, melainkan kombinasi dari banyak hal mulai dari berpikir, bergerak, tampil didepan umum, memotivasi menyusun strategi dan sebagainya. Sementara tulis menulis hanyalah salah satu bidang/profesi dari berjuta-juta profesi yang ada didunia ini. Namun sayangnya anak-anak kita hanya mengetahui tulis-menulislah dari kegiatan bersekolahnya selama bertahun-tahun, dan tidak pernah diajari untuk mengetahui lebih banyak kegiatan baik dari mencoba langsung ataupun kunjungan, kecuali 1 kali dalam sekian tahun yakni Jalan-jalan Belajar atau yang lebih dikenal dengan “Study Tour” yang nyatanya lebih banyak rekreasinya dari pada belajarnya.


SISTEM SEKOLAH------versus -------REALITAS KEHIDUPAN

> 90%UJIAN TULISAN sementara realitas kehidupan 80% PRAKTEK DENGAN BERBAGAI METODE DAN ALAT

KEMAMPUAN AKHIR MAMPU MENJAWAB SOAL TERTULIS SAJA sementara realitas kehidupan menuntut KEMAMPUAN DAN KEAHLIAN KHUSUS DENGAN BERBAGAI METODE DAN ALAT bukan dengan tulisan saja.


10. Pandangan yang rendah terhadap mata pelajaran NON EKSAKTA

Selama sekian puluh tahun telah pengkotak-kotakan ilmu pengetahuan dan seni, seolah-olah satu ilmu lebih penting dari lainnya serta sains lebih penting dari pada seni. Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan Leonardo Da Vinci sang jenius sepanjang zaman yang mengatakan bahwa Seni dan Sains adalah keahlian dan kemampuan manusia yang setara dan bahkan beliau menyatakan bahwa untuk bisa memahami Sains manusia perlu lebih dahulu memahami Seni.

Akibat proses pengkotak-kotakan yang dilakukan oleh sistem pendidikan dalam bingkai kurikuler dan ekstra kulikuler akibatnya kita ikut-ikutan melakukan pengkotak-kotakan yang sama. Padahal nyatanya dalam kehidupan orang yang ahli sains kehidupannya tidak jauh lebih baik dengan para maestro dibidang seni seperti Deni Malik, Guruh Sukarno Putera, Basuki Abdullah, Krisdayanti dsb.
FAKTA..!
BERAPA BANYAK TOKOH SUKSES YANG ANDA KENAL
PADA BIDANG NON EKSAKTA…?
PENYANYI…?
KOREOGRAFER..?
FOTO GRAFER..?
SUTRADARA..?
NOVELIS..?
PRESENTER..?
OLAHRAGAWAN..?
PELUKIS..?
PERANCANG BUSANA..?
AGAMAWAN..?
BUDAYAWAN...?
JURU MASAK...?

11. Fenomena sekolah Unggulan
Saya bingung mengapa ada yang disebut sebagai sekolah unggulan/favorit, bukankah setiap sekolah harusnya menjadi tempat favorit bagi siswanya untuk belajar..? dan mampu mencetak setiap anak menjadi anak unggulan..?

Saya juga menjadi bertambah bingung, sesungguhnya apa hebatnya satu sekolah bisa menjadi favorit/unggulan..? Lah wong sekolahnya sendiri saja sudah menseleksi calon siswanya dan hanya mau menerima siswa-siswa dengan kategori unggul.

Tentu saja memang sudah sepantasnya, jika satu mesin yang bahannya memang sudah unggul hasilnya juga harus unggul. Jadi kalau begitu sesungguhnya sekolah favorit/unggulan itu ya biasa-biasa saja tidak ada yang hebat. Mungkin sebuah sekolah favorit/unggulan baru dapat dibilang hebat jika dia berhasil mencetak anak-anak dari yang biasa-biasa saja menjadi anak-anak yang berprestasi dan unggul.

Seperti kata pepatah mesin cetak yang hebat adalah bila ia bisa mengubah loyang menjadi emas. tapi hanya mampu mengubah emas menjadi emas juga ya semua tukan emas di pasar juga mampu melakukannya.

ARTIKEL INI DIMUAT BUKAN UNTUK DI PERDEBATKAN, MELAINKAN UNTUK BAHAN RENUNGAN, BIARKAN HATI NURANI DAN PENGALAMAN KITA YANG BERBICARA. SEMOGA KITA BISA SEGERA MENGIKUTI JEJAK NEGARA-NEGARA MAJU UNTUK MEMBUAT PERUBAHAN YANG FUNDAMENTAL BAGI PENDIDIKAN ANAK-ANAK KITA KEDEPAN DAN TIDAK HANYA SEKEDAR MENGUBAH SMA MENJADI SMU DAN KINI KEMBALI DI UBAH MENJADI SMA KEMBALI, ATAU TES PERINTIS, YANG DIUBAH MENJADI SIPENMARU, KEMUDIAN UMPTN, KEMUDIAN MENJADI SPMB DAN ENTAH APA LAGI..?

Catatan: Artikel ini telah di bahas oleh Ayah Edy LIVE di SMART FM pada Selasa Malam 4 Mei 2010 sebagai bagian dari peringatan Hari Pendidikan Nasional. Bagi para guru dan orang tua yang belum sempat mendengarkannya pastikan untuk mendengarkan Rekamannya yang akan di tayang ulang pada Sabtu Pagi pukul 10.00-12.00 WIB.