Sabtu, 02 April 2011

Berkurbanlah dengan Kurban Terbaik

QURBAN TERBAIK

> Oleh: Jojo Wahyudi
>
> Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat
> berjualan hewan Qurban. Saat pintu mobil kubuka, bau
> tak sedap memenuhi rongga hidungku, dengan spontan aku
> menutupnya dengan saputangan.
>
> Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual
> yang hanya bersarung hingga ibu-ibu berkerudung
> Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak yang ikut
> menemani orang tuanya melihat hewan yang akan
> di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti, sebuah
> pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini
> tentang pengorbanan NabiAllah Ibrahim & Nabi Ismail.
>
> Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang
> bertransaksi memilih hewan yang akan di sembelih saat
> Qurban nanti. Mataku tertuju pada seekor kambing
> coklat bertanduk panjang, ukuran badannya besar
> melebihi kambing-kambing di sekitarnya.
>
> "Berapa harga kambing yang itu pak?" ujarku menunjuk
> kambing coklat tersebut.
> "Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super
> dua juta rupiah tidak kurang" kata si pedagang
> berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani
> calon pembeli lainnya.
>
> "Tidak bisa turun pak?" kataku mencoba bernegosiasi.
> "Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba
> mahal" si pedagang bertahan.
> "Satu juta lima ratus ribu ya?" aku melakukan
> penawaran pertama
> "Maaf pak, masih jauh." ujarnya cuek.
>
> Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus melakukan
> penawaran terendah berharap si pedagang berubah
> pendirian dengan menurunkan harganya.
> "Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima
> puluh ribu?" kataku
> "Masih belum nutup pak " ujarnya tetap cuek
> "Yang sedang mahal kan harga minyak pak. Kenapa
> kambing ikut naik?" ujarku berdalih mencoba melakukan
> penawaran termurah.
>
> " Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi
> dia gak bisa datang ke sini sendiri. Tetap saja harus
> di angkut mobil pak, dan mobil bahan bakarnya bukan
> rumput" kata si pedagang meledek.
>
> Dalam hati aku berkata, alot juga pedagang satu ini.
> Tidak menawarkan harga selain yang sudah di
> kemukakannya di awal tadi. Pandangan aku alihkan ke
> kambing lainnya yang lebih kecil dari si coklat.
>
> Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu.
> Kebetulan dari tempat penjual kambing ini, aku
> berencana ke toko ban mobil. Mengganti ban belakang
> yang sudah mulai terlihat halus tusirannya. Kelebihan
> tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya
> kini selangit.
>
> "Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?"
> kataku kemudian
> "Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima
> puluh ribu rupiah" katanya
>
> Belum sempat aku menawar, di sebelahku berdiri seorang
> kakek menanyakan harga kambing coklat Mega Super tadi.
> Meskipun pakaian "korpri" yang ia kenakan lusuh,
> tetapi wajahnya masih terlihat segar.
>
> "Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?"
> katanya kagum
> "Dua juta tidak kurang tidak lebih kek." kata si
> pedagang setengah malas menjawab setelah melihat
> penampilan si kakek.
> "Weleh larang men regane (mahal benar harganya) ?"
> kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan
>
> "Bisa di tawar-kan ya mas ?" lanjutnya mencoba
> negosiasi juga.
> "Cari kambing yang lain aja kek. " si pedagang
> terlihat semakin malas meladeni.
>
> "Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik lan gagah
> Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk
> Qurban tahun ini) Duit-e (uangnya) cukup kanggo
> (untuk) mbayar koq mas." katanya tetap bersemangat
> seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya.
>
> Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di
> bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan dan
> sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan
> dari dalamnya.
>
> "Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya)
> dianter ke rumah ya mas?" lanjutnya mantap tetapi
> tetap bersahaja.
>
> Si pedagang kambing kaget, tidak terkecuali aku yang
> memperhatikannya sejak tadi. Dengan wajah masih ragu
> tidak percaya si pedagang menerima uang yang
> disodorkan si kakek, kemudian di hitungnya perlahan
> lembar demi lembar uang itu.
>
> "Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah" si
> pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan
> "Ora ono ongkos kirime tho...?" (Enggak ada ongkos
> kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang
> diberikannya berlebih
>
> "Dua juta sudah termasuk ongkos kirim" si pedagang yg
> cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek
> "Mau di antar ke mana mbah?" (tiba-tiba panggilan
> kakek berubah menjadi mbah)
> "Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di
> tabung neh (bisa ditabung lagi)" kata si kakek sambil
> menerimanya
> "Tulung anter ke ning deso cedak kono yo (tolong antar
> ke desa dekat itu ya),
> sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang)
> Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja
> rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir
> Mukti, InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah
> anak-anak sudah tahu)."
>
> Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa yang
> telah di sepakatinya, si kakek berjalan ke arah sebuah
> sepeda tua yang di sandarkan pada sebatang pohon
> pisang, tidak jauh dari X-Trail milikku. Perlahan di
> angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap di
> kayuhnya tetap dengan semangat.
>
> Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu,
> semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam
> pandanganku.
>
> Kakek tua pensiunan pegawai Pemda yang hanya
> berkendara sepeda engkol, sanggup membeli hewan Qurban
> yang terbaik untuk dirinya.
>
> Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang
> diterima setiap bulan oleh si kakek. Yang aku tahu, di
> sekitar masjid Baiturrohman tidak ada rumah yang
> berdiri dengan mewah, rata-rata penduduk sekitar desa
> Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai
> rendahan.
>
> Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding
> penghasilanku sebagai Manajer perusahaan swasta asing.
> Yang sanggup membeli rumah di kawasan cukup bergengsi
> Yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga
> ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super
> Yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor
> gede) dan memilikinya
> Yang sanggup mengkoleksi “raket” hanya untuk olah-raga
> seminggu sekali
> Yang sanggup juga membeli hewan Qurban dua ekor sapi
> sekaligus
>
> Tapi apa yang aku pikirkan?
> Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di
> bawah kemampuanku yang harganya tidak lebih dari
> service rutin mobil X-Trail, kendaraanku di dunia
> fana. Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak,
> aku berpikir seribu kali saat membelinya.
>
> Ya Allah, Engkau yang Maha Membolak-balikan hati
> manusia balikkan hati hambaMu yang tak pernah
> ber-Syukur ini ke arah orang yang pandai men-Syukuri
> nikmatMu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar